JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Dituding melanggar hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Jo UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia.
Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (KSAL), bertempat kedudukan di Markas Besar TNI AL Cilangkap, Jakarta Timur cq Komandan Komando Korps Marinir Tentara Nasional Indonesia, Angkatan Laut, di Jalan Prapatan No 40, Senen, Jakarta Pusat
Tidak hanya KSAL kuasa hukum PT Laksana Budaya juga mengadukan Menteri Keuangan Republik Indonesia (Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia, beralamat di Gedung Syafruddin Prawiranegara II Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2 – 4, Jakarta Pusat.
Pejabat tinggi Angkatan Laut dan Menteri keuangan ini diadukan ke Komnas HAM yang beralamat di Jln. Jln. Latuharhary No. 4B, Menteng Jakarta Pusat oleh Johanes Harjono Setiono selaku Direktur PT Laksana Budaya berkedudukan di Surabaya, melalui dua kuasa hukumnya yakni Dr Hadi Pranoto, SH, MH dan Donnie Gumilang,SH, MH.
Pengaduan ke Komnas Ham disampaikan langsung oleh kedua kuasa hukum PT. Laksana Budaya, pada Senin (24/01/2022), dengan setumpuk alat bukti yang diterima oleh Petugas Administrasi pengaduan Komnas HAM untuk diteruskan kepada petugas analis pengaduan.
Dr. Hadi Pranoto, SH, MH memaparkan dalam pengaduannya, bahwa KSAL dan Menkeu selaku Pejabat Pemerintahan dituding melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Direktur PT.Laksana Budaya yang bernama Johanes Harjono Setiono.
Hal ini kata Hadi, dikarenakan telah melakukan perbuatan baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Pengadu berupa kepemilikan atas sebidang tanah Sertifikat Hak Pakai No. 6 dan No. 7/ Kelurahan Darmo Kota Surabaya yang dijamin oleh Undang-Undang.
“KSAL dan Kemenkeu dengan kekuasaannya telah menginjak-injak hukum dan merampas hak rakyat warga sipil,” ungkap Advokad senior ini.
Lanjut dia, pengadu telah dilakukan sejak tahun 2003 oleh pemilik/pemegang hak yang sah menurut hukum atas sebidang tanah di Jln. Bogowonto Surabaya ex tanah penguasaan TNI AL, berdasarkan Sertifikat Hak Pakai No. 6/Kel.Darmo dan Sertifikat Hak Pakai No. 7/Kel.Darmo. Kepemilikan/Hak Penguasaan Pengadu atas sebidang tanah di Jln. Bogowonto Surabaya berdasarkan Sertifikat Hak Pakai No. 6/Kel.Darmo dan Sertifikat Hak Pakai No. 7/Kel.Darmo tersebut, adalah berlandaskan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.Reg. 168 K/TUN/1997 tanggal 10 Agustus 1999, yang telah menyatakan batal Sertifikat Hak Pakai No. 43/KelDarmo tanggal 21 Desember 1994 atas nama TNI- AL.
“Adanya fakta di lapangan secara de facto TNI-AL menguasai tanah milik Pengadu, Sertifikat Hak Pakai No. 6/Kel.Darmo dan Sertifikat Hak Pakai No. 7, Kelurahan Darmo,” tutur dia.
Dr Hadi Pranoto, SH, MH menambahkan, sehingga kemudian TNI-AL mempertahankan ataupun memanfaatkan tanah yang dikuasainya tersebut tanpa dilandasi alas hak yang sah.
”Menurut hukum adalah merupakan perbuatan terlarang karena bersifat melawan hak atau melawan hukum,” kata Hadi.
Kepemilikan/Hak Penguasaan Pengadu atas sebidang tanah di Jln. Bogowonto Surabaya berdasarkan Sertifikat Hak Pakai No. 6, Kel.Darmo dan Sertifikat Hak Pakai No. 7, Kel.Darmo tersebut, harus dihormati dan dijunjung adalah kepemilikan berlandaskan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.Reg. 168 K/TUN/1997 tanggal 10 Agustus 1999 Jo Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 147 PK/TUN/2018 tanggal 11 Oktober 2018 yang telah menyatakan batal Sertifikat Hak Pakai No. 43/KelDarmo tanggal 21 Desember 1994 atas nama TNI-AL, ujar dia.
Dengan adanya pembatalan Sertifikat Hak Pakai No. 43, Kel Darmo tanggal 21 Desember 1994 atas nama TNI-AL, serta terbitnya Sertifikat Hak Pakai No. 6, Kel.Darmo dan Sertifikat Hak Pakai No. 7, Kel.Darmo atas nama PT.Laksana Budaya mengandung arti bahwa Negara atau Pemerintah Republik Indonesia telah memberikan hak guna properti kepada PT. Laksana Budaya dengan tujuan dikembangkan dan dibangun, terang Dr Hadi Pranoto, SH, MH
“Pendudukan atau penguasaan atas tanah yang sudah dipunyai oleh PT. Laksana Budaya adalah merupakan tindakan perampasan tanah, dikarenakan telah memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah, sehingga merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam hukuman, tindakan mana telah menakutkan PT. Laksana Budaya, sehingga PT. Laksana Budaya tidak memiliki kebebasan untuk mengembangkan dan membangun hak properti yang telah diberikan oleh Negara/Pemerintah Republik Indonesia tersebut,” tukasnya
Penguasa kolonial Belanda ujar Hadi, pernah berdalil menguasai dan menggunakan tanah air Indonesia untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintahan Hindia Belanda selama 350 tahun, hal mana adalah bertentangan dengan hukum dasar yang menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Peri Kemanusiaan dan Peri Keadilan.
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, paparnya.
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” urai Dr Hadi Pranoto, SH, MH.
Oleh karenanya tindakan KSAL yang didukung Kemenkeu selaku Pejabat Pemerintahan Republik Indonesia adalah merupakan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Pengadu, berupa tindakan baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Pengadu, yakni kepemilikan Pengadu atas sebidang tanah Sertifikat Hak Pakai No 6 dan No 7 Kelurahan Darmo Kota Surabaya, ungkap dia.
“Yang mana hak setiap warga negara dijamin oleh Undang-Undang, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan mempreroleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku,” ucap dia
Dengan demikian kata Alumni Fakultas Hukum UNAIR Surabaya ini, diharapkan agar KSAL dan Kemenkeu menghormati kepemilikan Pengadu dan agar tidak memanfaatkan ataupun melakukan kegiatan diatas tanah Sertifikat Hak Pakai No. 6 Kel.Darmo dan Sertifikat Hak Pakai No. 7 Kel.Darmo atas nama Pengadu.
“Sehingga Pengadu merasa aman dan memiliki kebebasan untuk mengembangkan dan membangun hak properti yang telah diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia tersebut,” pungkas Dr Hadi Pranoto, SH, MH. (JB01)