
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya (KPSIS) terus mendesak pemerintah untuk melepaskan status tempat tinggal yang mereka tempati.
Mereka terus memperjuangkan warga Surat Ijo melalui tuntutan hukum di Pengadilan maupun kebadan-badan aligitasi. Seperti Komisi Informasi Publik (KIP), Ombudsman dan juga puluhan kali melakukan demo selama masa pandemi ini, disampaikan Ketua KPSIS, Haryono saat jumpa pers Minggu (20/06/2021) di Surabaya.
“Bahkan perjuangan kami hingga Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian ATR/BPN,” ungkap Haryono.
BACA JUGA:
Untuk itu KPSIS menolak pengesahan pemakaian kekayaan daerah (surat ijo) sebagai objek tarikan retribusi, sambung dia.
Berkaitan dengan statement Wali Kota Eri Cahyadi dan Wawali Armuji, Haryono menambahkan, dalam berbagai kesempatan bahwa urusan Surat Ijo telah diserahkan kepada Pemerintah Pusat.
“Maka kami minta kepada pemkot dan DPRD Kota Surabaya tidak mengesahkan Reperda mengenai retribusi Surat Ijo atau retribusi kekayaan aset daerah,” terang Haryono.
Lanjut dia, dengan diserahkannya masalah surat ijo dari Pemkot Surabaya ke pemerintahan pusat seharusnya secara otomatis ada moraturium (penghentian tagihan retribusi surat ijo).
Karena tanah surat ijo menjadi status quo, namun. yang terjadi justru Pemkot dan DPRD membuat raperda dan akan disahkan, ungkapnya.
Tentu ini, sambung Haryono, makin memberatkan beban rakyat ditambah lagi denda-denda serta ancaman pidana dengan melibatkan jajaran samping dalam penagihannya.
“Ini kan bertolak belakang dengan pernyataan diatas. Kasus ini kembali ke zaman Kolonial, ini bentuk penjajahan baru pada rakyat sendiri,” kata Haryono.
Jika memang mau diberlakukan suatu aturan, hendaknya tidak digebyah uyah (disamaratakan, red). Harus terlebih dahulu dilakukan suatu klasifikasi (penggolongan, red). Apakah surat ijo itu berasal dr tanah bekas Eigendom Verponding (Eigendom Murni), Eigendom Partikelir, Tanah Gemeente (Eigendom Gemeente), atau tanah ganjaran, tanah fasum pengembang, terangnya.
“Kami meminta jangan ada upaya pengaburan asal usul tanah. Ini sangat penting. Jangan ada mafia tanah kata presiden Jokowi,” ucap Haryono.
DPRD Kota Surabaya tidak bisa mewakili aspirasi masyarakat, justru mewakli aspirasi pemkot dengan menekan warga Surat Ijo dalam rapat mengenai retribusi Surat ijo tgl 25 Mei 2021 di gedung DPRD Surabaya, imbuhnya.
“Dengan dalih mau tidak mau bahwa raperda ini harus disahkan karena sudah diajukan Pemkot,” ujar dia.
Ironisnya lagi rapat berakhir dengan pengusiran warga wakil rakyat. Karena wakil rakyat merasa terpojok tidak menguasai permasalahan, tukas dia.
“Sedangkan Wawali Amuji ketika menjumpai warga Surat Ijo dalam demo di Balai Kota tanggal 7 Juni 2021, malahan mengelak bahwa raperda itu inisiatif eksekutif pemkot “Wong mbahasnya bersama-sama dengan DPRD, iki piye,” pungkas Haryono. (JB01)