JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Sejumlah anggota DPRD Kota Surabaya meminta agar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk melakukan revisi atas kebijakan Peraturan Wali (Perwali) Kota Surabaya nomor 33 Tahun 2020 sebagai pengganti Perwali sebelumnya nomor 28 Tahun 2020.
Tri Didik Adiono, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya. Cak Didik Bledek sapaan akrabnya ini sebagai pelaku seni merasa prihatin atas diterbitkan Perwali 33 Tahun 2020 tersebut.
“Jadi kami mendorong kepada Pemkot Surabaya segera mengevaluasi kembali perwali baru ini sebelum diterapkan lebih jauh lagi,” katanya.
Cak Didik menjelaskan, di era sekarang meminta Pemkot Surabaya segera mengacu pada Perpres 82/2020 untuk mengevaluasi Perwali 33 tahun2020.
BACA JUGA :
- Relawan & Warga Siap Dukung Reni Astuti Di Pilkada Surabaya 2020
- DPC Partai Demokrat Surabaya Sodorkan Dua Kader Terbaiknya Untuk Dampingi MA
- Disambati Warga Sidotopo Wetan Terkait Status Fasum, Wawali Whisnu Sakti Buana Temui Warga
“Harapan saya evaluasi perwali segera selesai melalui acuan perpres tersebut. Di mana perpres itu tujuannya pemulihan ekonomi 75 persen dan pemulihan kesehatan 25 persen. Saya berharap perwali ini dicabut diganti dengan perwali yang baru,” harapan mantan vokalis Big Panzer era 90-an ini.
Cak Didik mengimbau kepada para seniman Surabaya supaya lebih sabar sambil menunggu ada revisi perwali yang baru dari Pemkot Surabaya.
“Jadi Saya menyarakan kepada para seniman untuk sementara waktu menyiasati untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya,” tuturnya.
Minimal kata Didik, para seniman mempunyai terobosan inovasi berdagang melalui online. Misalkan, bisa jualan masker atau barang apapun lewat online. Ibarat sepekan sudah mendapatkan inkam dari jualan dan bisa bermanfaat untuk kelangsungan hidup keluarga. Jadi para seniman ini tidak mati di seni, tapi harus semangat dan mampu berinovasi.
Anggota Komisi A lainnya, Imam Syafi’i mendapat keluhan sejumlah seniman musik Surabaya tidak bisa beraktivitas imbas dari penerapan Perwali 33/2020. Pasca Penerapan Perwali 33/2020 membuat seniman-seniman tidak boleh tampil di cafe dan resto.
“Bahkan, kalau seniman ini maksa tampil justru peralatan musiknya bisa di sita. Jadi restonya boleh buka, tapi tidak ada life musik. Inikan aneh, padahal di situ mereka siap dengan protokol covid,” kata Imam Safi’i, Rabu (22/7).
Imam Safi’i menjelaskan, bahwa di resto pelanggan diperbolehkan makan, namun seniman tidak boleh bermain musik.
“Di mana penyebab musik ini yang menjadi penyebab penularan covidnya. Logikanya inikan sama halnya tidak ketemu atau tidak relevan,” ungkap Safi’i.
Oleh karena itu, Safi’i berharap kepada Pemkot Surabaya secepatnya mengevaluasi Perwali 33/2020 berdasarkan Perpres 82/2020 tentang pemulihan pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai seniman tidak bisa bermain musik di cafe dan resto Surabaya.
“Dampak Perwali ini berdampak para seniman susah cari makan. Apalagi kesempatan seniman mencari rejeki ini semakin terbatas. Artinya seniman ini jangan dilarang tapi diatur, pasti mereka siap dan patuh,” tuturnya.
Sementara, perwakilan seniman musik Surabaya Victor yang berdomisili di wilayah Tandes Surabaya ini mengatakan, penerapan perwali baru ini sangat berdampak pada pendapatan ekonomi para seniman musik Surabaya.
“Sudah dua pekan ini, saya tidak tampil di cafe maupun resto di Surabaya. Yang biasanya bermain musik sepekan tiga kali, sekarang berhenti. Terus mau dikasih makan apa keluarga, karena musik merupakan mata pencaharian satu-satunya di hentikan dampak perwali tersebut,” keluh Victor.
Viktor mengaku, awal Bulan Juli para seniman Surabaya merasakan gembira dengan adanya new normal dan tidak diperpanjang penerapan PSBB di Surabaya.
“Aktivitas seniman berjalan dua pekan. Lah kok tidak boleh manggung lagi setelah diterbitkan perwali tersebut. Kalau tidak manggung otomatis tidak dapat uang untuk makan. Kami harap pemkot segera memberikan kebijakan supaya para seniman ini dapat beraktivitas kembali,” tandasnya. (*JB01)