JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Sistim penerimaan peserta didik baru (PPDB) Jawa Timur jalur zonasi di kota Surabaya diduga syarat dengan permainan. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya A Hermas Thony seusai menerima pengaduan dari salah satu orangtua calon wali murid SMA Negeri
“Dari pengaduan salah satu orang tua murid (Didit) mengadu terkait PPDB Jatim. Dari pengaduan itu saya makin yakin, bahwa sistim PPDB Jatim syarat dengan permainan,” ungkap Thony, Rabu (06/07/2022).
Politisi partai Gerindra ini menerangkan, bahwa putra dari pak Didit ini mendaftar di SMAN 14 pilihan pertama, pilihan keduanya di SMAN 17 dan SMAN 20 Surabaya pilihan ketiga melalui jalur zonasi. “Sementara yang dipahami oleh pak Didit ini bahwa disetiap sekolah itu pagu yang tertera disistim PPDB per rombel 306 siswa,” paparnya.
Sedangkan jumlah yang diterima jalur prestasi/akademik dari data yang terpantau masing-masing sekolah SMAN diangka 75 siswa. “Sedangkan yang diterima dijalur zonasi pada pendaftaran itu hanya 191 siswa,” urai Thony.
Pak Didit Budi Santoso ini hanya mengingat jumlah siswa yang diterima pada jalur zonasi sebanyak 191 siswa seperti ditiga SMAN tersebut. “Yaitu SMAN 14 menerima 191 siswa sesuai yang tertera waktu itu, SMAN 17 menerima 145 siswa dan SMAN 20 menerima 176 siswa pada jalur zonasi,” tutur Thony.
Oleh karenanya pak Didit ini melakukan kalkulasi penerimaan siswa ditiga sekolah tersebut, yang artinya jumlah siswa yang diterima pada jalur prestasi dan zonasi. “Untuk SMAN 14 hanya 266, SMAN 27 hanya 220 dan SMAN 20 hanya 251,” terangnya.
Masih menurut Thony, atas dasar hitung-hitungan jumlah siswa yang diterima masih ada selisih dari penetapan pagu PPDB Jatim yang ditentukan di sekolah SMAN itu. Pagu sekolah adalah 306 siswa per rombel dikurangi jumlah siswa yang diterima dari jalur prestasi maupun jalur zonasi.
“Ada selisih 40 bangku di SMAN 14, dan ada 86 di SMAN 17 juga ada 55 di SMAN 20,” terangnya
Didit merasa galau, kata Thony, lantaran anaknya belum bisa diterima di SMA tersebut setelah mendaftarkan anaknya sekolah ke SMA Negeri mempertanyakan atas jumlah tersebut. “Jumlah itu diperuntukan untuk siapa?,” tanya dia.
Thony juga mengungkapkan, masih ada bangku yang tersisa bahkan pak Didit akan memperjuangkan anaknya agar bisa diterima di SMAN.
“Dari pemaparan pak Didit datang mengadu karena beliau sebagai warga kota Surabaya tentunya kami terima,” kata Thony,
Dari aduan pak Didit itu dirinya perlu menindaklanjuti pengaduan tersebut, dan Thony meminta kepada Komisi D untuk menggelar hearing dengan Kacabdin Provinsi wilayah kota Surabaya segera mungkin.
“Kita minta kepada komisi D DPRD Kota Surabaya memperjuangkan ketidakadilan yang dialami oleh warga kota Surabaya,” tuturnya
Dalam hearing nanti, kata Thony, untuk meminta penjelasan dan mempertanyakan sebetulnya angka 40 di SMAN 14, angka 86 di SMAN 17 dan angka 55 di SMAN 20 diperuntukan untuk siapa.
Thony mengaku khawatir ada praktek yang sama di sekolah lain dan probabilitinya terlihat mencerminkan ada aturan main yang diterapkan provinsi. “Artinya tidak ada sebuah kejujuran di dalam pelaksanaan sistim penerimaan yang sudah ditetapkan melalui jalur zonasi dan prestasi,” ucap Thony.
Sebetulnya ada permainan apa terhadap jumlah sisa kuota itu, apakah itu memang dijual belikan seperti aduan dari masyarakat selama ini yang sempat pernah ditawari masuk SMAN yang nilainya bervariatif, tegas Thony.
Sementara itu, Didit Budi Santoso mengaku kecewa anaknya tergeser belum bisa masuk ke SMAN melalui jalur zonasi
“Saya sangat kecewa, anak saya tergeser tidak bisa masuk ke SMA Negeri,” ucap Didit penuh kecewa.
Padahal, kata Didit, tempat tinggalnya tidak jauh dari sekolah SMA Negeri yang hanya terpaut 40 meter. “Hanya terpaut 40 meter saja, gak bisa masuk ke sekolah SMA Negeri,” keluhnya. (*JB01)