![](https://i0.wp.com/jurnalberita.id/wp-content/uploads/2021/08/AA1C63DA-1642-4895-95D2-689B61345768.jpeg?resize=305%2C229&ssl=1)
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Pansus Raperda Penyelenggaraan Perpustakaan memasuki babak baru dengan mengundang dua pakar literasi sekaligus.
Hal ini guna mengkritisi draft raperda sekaligus memberikan masukan, ide dan gagasan dengan sebuah motivasi agar raperda ini betul-betul menjadi solusi terhadap keluhan makin menurunnya minat baca masyarakat, stigma negatif terhadap perpustakaan serta tantangan dunia digital yang semakin berkembang.
“Hari ini, pansus menghadirkan 2 narasumber, yaitu bu Sinta Yudisia, seorang pemerhati literasi, psikolog sekaligus penulis 70 an buku dan pak Edy Suprayitno, S.S., M.Hum selaku praktisi dan kepala perpustakaan ITS guna belanja masalah istilahnya, semoga ada banyak masukan yang bisa mempertajam pembahasan pasal per pasal nantinya bersama Bagian Hukum dan Dinas Arsip dan Perputakaan”, kata Fatkur Rohman, Sekretaris Pansus, membuka acara pembahasan di ruang komisi A DPRD Kota Surabaya, Kamis (26/08/2021).
Sinta Yudisia Wisudanti, Spsi, Mpsi, yang juga merupakan Founder Ruang PELITA (Pendampingan Psikologi dan Literasi) mengawali paparannya dengan menunjukkan hasil sebuah polling yang beliau lakukan dan menemukan fakta bahwa secara umum publik masih suka datang ke perpustakaan namun ada pergeseran perilaku publik yang membuat mereka memiliki harapan baru dan berbeda terhadap perpustakaan.
“Di benak Publik, ada harapan bahwa perpustakaan tidak hanya menjadi tempat membaca buku atau mencari informasi saja tapi juga bisa menjadi tempat kumpul, rekreasi bahkan ekspresi sehingga Perpustakaan itu perlu Make Over, tempatnya pun bisa di rebranding misal menjadi Studio Baca, Café Buku, One Stop Learning atau sekedar di ubah menjadi perpustak@an. Ada penambahan @ dipapan namanya,” jelas bunda Sinta.
Bunda Sinta menambahkan bahwa stigma perpustakaan dimana pustakawannya serius, tidak boleh bicara, banyak tumpukan buku tua harus diberikan solusi. Perpusatkaan harusnya User Frienly sebagaimana sudah berkembang di luar negeri seperti di negara Korea atau Finlandia, pengunjung boleh ngemil, duduk santai bahkan ada café di area perpustakaan, sarana prasarana juga berbasis teknologi IT, ada banyak event menarik seperti peluncuran buku, musik, bedah film termasuk banyak friendly space yang disukai anak muda.
Sementara, Edy Suprayitno, S.S., M.Hum mengawali penjelasannya dengan menunjukkan hasil sensus penduduk tahun 2020 yang menunjukkan bahwa 50,83% penduduk Surabaya adalah kategori Gen Z dan Millineal.
Dan salah satu ciri dari generasi ini lanjut dia, adalah penggunakan Smartphone dalam kehidupan mereka, 15.4 Jam/pekan untuk Gen Z dan 14.8 Jam/pekan untuk Millineal.
“Menurut saya, kebijakan ke depan harus menuju digitalisasi perpustakaan dan betul-betul memanfaatkan Teknologi IT dalam pelayanannya. Dibutuhkan SDM pustkawan yang bisa berperan sebagai Content Creator bisa menghidupkan Digital Culture dan memiliki kemampuan Communication Skill yang bagus. Bukan mereka yang butuh kita, tapi kita yang butuh user”, ungkap Edy dengan yakin.
Masih menurut Edy, Layanan perpustakaan masa kini tidak dapat mengandalkan layanan klasik, namun harus berinovasi agar bisa dikunjungi secara fisik maupun maya. Ketersediaan Askes Wifi yang kuat, support hardware komputer canggih, layanan Self Service dalam peminjaman dan pengembalian, fasilitas untuk penyandang disabilitas, tersedianya ruangan yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat serta layanan konsultasi offline dan online, sekarang ini sudah menjadi kebutuhan.
Untuk Ketersedian koleksi, kata edy, ITS bisa menjadi Pilot Project untuk dilakukan kerjasama agar Pemerintah Kota Surabaya bisa memiliki akses ke seluruh koleksi perpustakaan di Perguruan tinggi dan bisa diakses darimanapun.
“Jika kita lihat di perpustakaan yang bagus di luar negeri atau di beberapa kampus seperti UI atau ITS, ada ruangan khusus diskusi, ada co working Space, ada ruangan untuk tempat praktek atau ekspresi bagi pengunjung, bahkan jika diperlukan ada interior khusus yang didesain menarik yang membuat orang suka untuk berkunjung dan Surabaya saya pikir sudah waktunya memiliki perpustakaan seperti itu, pungkas edy.
Kesempatan lain, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan kota Surabaya, Musdig Ali Suudi, sangat senang mendampatkan banyak masukan dari dua narasumber dan berharap ini akan bisa di follow up di pembahasan pasal per pasal raperda.
“Saya sepakat apa yang disampaikan oleh bu Sinta maupun pak Edy, sebagian ide sebenarnya sudah kita jalankan dan sebagian yang belum nanti bisa menjadi masukan di raperda. Kita juga sudah pernah merumuskan bersama seorang doktor dibidang arsitek, bagaimana konstruksi dan desain khusus untuk perpustakaan, kita juga ada program gobuk, program antar buku ke warga, betul, perpustakaan masa kini harus user Friendly dan support Digital,” jelas Musdiq.
Menutup forum diskusi bersama dua narasumber, Fatkur Rohman, yang juga wakil ketua Fraksi PKS, menegaskan bahwa semua masukan-masukan ini nantinya akan menjadi bahan pembahasan pasal per pasal raperda dan kemduian bisa disahkan menjadi perda serta menjadi payung hukum dalam mewujudkan perpustakaan Surabaya yang menjawab tantangan zaman, perpustakaan yang user friendly dan mengikuti era digital.
“Terima kasih saya sampaikan ke bu Sinta dan Pak Edy atas ide, gagasan dan masukannya yang luar biasa, juga p musdiq serta p maskur mewakili bagian hukum, serta pimpinan dan anggota pansus, sebagaimana diskusi hari ini, semoga Surabaya ke depan betul-betul bisa menghadirkan perpustakaan-perpustakaan baik secara mandiri atau berpartner dengan Perguruan tinggi bahkan dunia usaha. Ide ada perpustakaan di mall atau di tempat-tempat keramaian sangat menarik,” tukas Fatkur. (*JB01)