JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Komisi A DPRD Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (Hearing) terkait tindaklanjut pengaduan warga perumahan Wisata Bukit Mas (WBM) Jl. Raya Mengganti Lidah Wetan, Kec. Wiyung Surabaya. Hearing yang dilakukan untuk mendengarkan kondisi real terhadap pungutan iuran pengelolaan lingkungan (IPL) yang dipungut pihak pengembang PT Binamaju Mitra Sejati (BMS).
Rapat yang digelear di lantai 3 gedung DPRD Surabaya itu dengan mengundang Dinas PU Bina Marga dan Pemantusan, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cipta Karya & tata ruang (DPKP CKTR), Kabag Hukum, Pengembang anak perusahaan Sinar Mas Land (PT BMS) serta warga perumahan wisata bukit mas.
BACA JUGA :
- Reni Astuti Dorong Perbanyak Pasar Tradisional Di Surabaya Menjadi Pasar Tangguh
- Terkait Pungutan IPL, Warga WBM Adukan PT Binamaju Mitra Sejati Kedewan
- Gaya Kepemimpin Perfeksionisme & Otoritarianisme, Apa Kata Awey?
Salah satu juru bicara warga perumahan wisata bukit mas, Tito Suprianto mengatakan, warga sangat gembira dan terima kasih banyak kepada pimpinan dan anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya sudah mendengar keluh kesah warga dan menindaklanjuti hari ini.
“Kami berharap penuh pada Pemkot dan Dinas terkait, untuk bisa menindaklanjuti hasil resume dari hearing tadi,” ujar Tito usai hearing, Senin (22/06).
Dalam rapat tadi keluh kesah warga sudah didengarkan oleh Komisi A, mudah-mudahan ini menjadi titik balik agar Pemkot Surabaya turut ikut camur dan bisa menindaklanjutinya.
“Alhamdulillah keluh kesah kami, tadi sudah didengarkan dan bisa ditindaklanjuti oleh pemerintah kota,” kata Tito
Pada intinya lanjut dia, sebelumnya pemungutan IPL yang dibebankan pada warga saat pembelian rumah tidak dicantumkan mengenai kenaikan biaya IPL setiap tahunnya.
BACA JUGA :
- Gelar Reses Virtual, Reni Astuti Disambati BST dan Zonasi PPDB di Tengah Pandemi
- Ratusan Sekretariat DPRD Provinsi Jatim Wajib Di Rapid Test
“Faktanya, warga dikenai biaya IPL yang tidak masuk akal. Dan tiba-tiba dinaikan tanpa ada musyawarah dengan warga,” papar Tito.
Tito menambahkan, warga melakukan negoisasi selalu ditolak oleh pihak pengembang, dan ketika warga tidak membayar IPL, warga dilarang renovasi rumah, padahal ada salah satu rumah warga yang rusak bahkan sempat ambrol plafonnya.
“Seperti tadi yang diceritakan oleh ketua RT. Ada rumah warga yang rusak, bahkan sempat ambrol atap plafonnya. Tetapi tidak diperkenankan renovasi oleh pihak pengembang karena belum membayar IPL,” kata Tito.
Selain itu, ketika ada warga yang ingin menambah daya listrik, memasang telepon maupun internet tidak diberikan izin oleh pihak pengembang karena warga harus diwajibkan membayar IPL dulu.
“Padahal ini rumah warga sendiri, kenapa pihak pengembang melarang tidak memberikan izin, seolah olah warga ini ngekos,” kata Tito.
Ada satu catatan berdasarkan informasi dari hearing ini, bahwa ternyata pengembang sebagian prasarana dan sarana untilitas (PSU) nya sudah diserahkan kepada Pemkot. Namun, selama ini warga tidak mengetahui adanya penyerahan itu.
“Tetap saja warga ditarik IPL bahkan dinaikan. Padahal PSU nya tadi dikatakan sudah diserahkan sebagian ke Pemkot,” ungkap Tito.
Untuk itu,dirinya akan menindaklanjuti informasi ini. Bila benar, berarti pengembang diduga melakukan penggelapan atas uang warga. Oleh karenanya, pihaknya akan berupaya meminta perlindungan hukum kepada Kepolisian.
“Ini masih dugaan saja, dan kami masih belum tahu apakah informasi ini falid atau tidak,” ucap Tito.
Sementara itu, ketidakhadiran pihak pengembang Perumahan Wisata Bukit Mas Surabaya dalam hearing kali ini menjadi pertanyaan dari komisi A DPRD Surabaya.
“Kami tidak tahu kenapa pengembang tidak hadir, apakah dia takut atau masih mempersiapkan pengacara, kami tidak takut,” ujar Pertiwi Ayu Krishna, Ketua Komisi A DPRD Surabaya.
Menurut dia, karena persoalan ini sudah terlalu lama dan dari hasil hearing tadi, bahwa RT dan RW ini merupakan produk pemerintah. Kenapa sampai disepelekan sampai masuk perkara di pengadilan pada saat itu.
“Itu kan tidak fair, seharusnya pengembang itu bsia menjalin komunikasi baik dengan RT dan RW,” kata Ayu.
IPL itu bisa diterapkan untuk aparteman, kalau perumahan tidak bisa. Apalagi rumah yang sudah terjual sampai 80 hingga 90 persen, harusnya pengelolaannya diserahkan kepada warga.
“Pengelolaan Lingkungan itu seharusnya diserahkan kepada RT, RW dan warga karena produk pemerintah apalagi fasum dan fasos sampai saat ini belum sama sekali diserahkan,” kata Ayu.
Ketidakhadiran dari pihak pengembang perumahan wisata bukit mas dalam hearing ini, komisi A akan memanggil kembali pada hari kamis besok untuk hearing ke II, jika tidak hadir juga maka komisi A akan melakukan sidak ke lokasi.
“Kami akan datang langsung lokasi perumahan sesudah hearing ke II besok,” tegas Ayu.
Salah satu Perwakilan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang Pemkot Surabaya Winda menyampaikan, berdasarkan data perumahan bukit mas terdapat siteplan Wisata Bukit Mas I dan II
“Terkait dengan iuran pengelolaan lingkungan, kami tidak intervensi hal itu,” katanya.
Iuran lingkungan itu merupakan domain dari pengembang dan mungkin kesepakan dengan warga perumahan wisata bukit mas.
“Mungkin seperti itu pimpinan,” ucap Winda dihadapan pimpinan hearing.
Terkait dengan PSU, ia mengaku sudah melakukan penagihan kepada pihak pengembang pada setplan kedua yakni perumahan wisata bukit mas I dan II namun sampai saat ini belum ada tidak lanjut dari pihak pengembang.
“Intinya dari pemerintah kota kami akan menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan Perda dan Perwali tentang sarana dan prasarana otoritas kota dan tahapan tahapannya akan kami tindaklanjuti dengan proses selanjutnya,” pungkas Wnda. (JB01)