JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Warga perumahan Wisata Bukit Mas (WBM) Jl. Raya Mengganti, Lidah Wetan Kec. Wiyung, Kota Surabaya mengadu ke Komisi A DPRD Kota Surabaya. Pengaduan warga tersebut, terkait keluhan besaran pungutan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) oleh PT Binamaju Mitra Sejati (BMS), serta fasilitas umum dan fasilitas sosial (Fasum-Fasos).
Tanpa pemberitauan lebih dahulu, adanya kenaikan IPL dinilai sangat memberatkan dan merugikan warga perumahan Wisata Bukit Mas, disampaikan salah satu warga WBM, Tito Supriyanto.
BACA JUGA :
- Gaya Kepemimpin Perfeksionisme & Otoritarianisme, Apa Kata Awey?
- Sejumlah PAC Demokrat Surabaya Soroti Gaya Kepemimpinan Lucy Kuriasari
- Langgar Gipo, Tonggak Sejarah & Gudang Ilmu Agama Yang terabaikan, Laila Gagas Sebagai Warisan Cagar Budaya
“Selama ini, warga WBM I dan II ini tidak pernah diberitahu soal besaran IPL,” ujar Tito, juru bicara warga Perumahan WBM, Minggu (21/06) di Surabaya.
Tito menerangkan, saat warga diminta menandatangani berita acara serah terima diwajibkan untuk membayar IPL. Namun sambung dia, tidak dijelaskan secara detail oleh pihak pengembang, berapa besaran IPL yang harus dibayar oleh warga.
“Saat serah terimah tersebut warga dibebani IPL, yang besarannya tergantung pada luasan rumah,” ungkap Tito.
Tidak hanya pungutan IPL yang besar, dia juga mengeluhkan, bahwa pihak pengembang selalu menaikan IPL tersebut secara tiba tiba, tanpa ada musyawarah dengan warga perumahan.
“Pihak pengembang tidak pernah musyawarah, maupun diskusi dengan warga disini berkaitan dengan kenaikan IPL setiap tahun,” ungkapnya.
Alasan kenaikan IPL ini, kata Tito, pihak pengembang beralasan adanya kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) dan juga atas keputusan dari kantor pusat di Jakarta.
“Alasan pengembang seperti itu, alasannya kenaikan UMR dan keputusan dari pihak kantor pusat Jakarta,” urai dia.
Oleh karena itu, dirinya bersama warga lainya berusaha berkomunikasi dengan pihak pengembang, baik secara pribadi maupun kelompok warga.
“Kita sudah berulang kali melakukan komunikasi, tapi sampai sekarang belum ada respon terhadap keluh kesah warga berkaitan dengan kenaikan IPL ini,” ucapnya.
Bagi yang tidak membayar IPL lanjut dia, pihak pengembang melarang warga untuk renovasi rumah, pengiriman bahan bangunan material masuk ke perumahan, menaikan daya listrik dan sambungan telpon maupun internet.
“Dan pelarangan itu, menggunakan tenaga keamanan, sehingga kami sangat resah sekali dengan kondisi itu. Kami juga telah melayangkan surat keberatan kepada pihak pengembang,” tukasnya.
Selain mengeluhkan kenaikan IPL, warga juga mengeluhkan soal fasum-fasos yang ada di perumahan Wisata Bukit Mas. Seperti club house, kolam renang, lapangan tenis dan basket yang dinilai kurang layak.
“Kalau warga menggunakan fasilitas itu, dibebani tarif atau iuran alasannya untuk perawatan, seharusnya ini gratis,” keluhnya.
Menanggapi aduan warga WBM, Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Pertiwi Ayu Krishna mengatakan, pihaknya sejak awal konsen mengingatkan Pemkot untuk segera meminta kepada pengembang menyerahkan fasum fasosnya sehingga persoalan keluhan warga di Perumahan Wisata Bukit Mas tidak terjadi.
“Kami sejak awal sudah konsen untuk mengingatkan Pemkot terkait fasum-fasos,” kata Ayu.
Kalau alasan IPL untuk perawatan fasum-fasos yang dibebankan ke warga, menurut Penasehat Fraksi Golkar ini, tidak relevan. Karena, warga membeli rumah yang ada disana sudah melekat dengan fasilitas umum dan sosial.
“Pihak pengembang wajib menyediakan fasum-fasos untuk warga perumahan disana,” tegasnya.
Karena itu, Komisi A sejak dulu membuka hotline aduan, jika ada pihak pengembang yang tidak segera menyerahkan fasum-fasosnya segera adukan ke dewan, sehingga persoalan ini akan di hearingkan.
“Hari senin besok jam 10.00 wib, kita akan menggelar hearing, dengan mengundang semua pihak terkait untuk bisa hadir,” terang Ayu.
Dirinya berharap, semoga persoalan keluhan warga WBM tersebut bisa selesai. Dan menjadi yang terakhir di Surabaya. “Bila perlu Pemkot tidak memberikan segala perizinan yang diajukan oleh pihak pengembang, jika fasum-fasos tidak segera diserahkan,” pungkas Ayu.
Untuk diketehui, sebelumnya warga WBM menuntut class action PT Binamaju Mitra Sejati secara hukum ke pengadilan. Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengabulkan gugatan warga WBM dengan putusan yang bersifat declaratoir.
Selanjutnya, pihak tergugat yakni PT BMS mengajukan banding dan hasilnya dimenangkan oleh PT BMS yang putusannya bersifat condemtoir. Gugatan class action tersebut dilakukan karena warga tidak terima dengan iuran pengelolaan lingkungan yang diterapkan oleh PT BMS selaku pengembang perumahan WBM. (*JB01)