JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Peraturan Wali Kota (Perwali) adalah sebuah aturan atau produk hukum mengikat dikeluarkan kepala daerah atau wali kota. Tentu, penerbitan Perwali dengan berbagai pertimbangan dan kajian yang matang menyikapi masa transisi new normal ditengah pandemi Covid-19.
Kajian itu tetunya menyangkut semua sektor baik kajian ekonomi, sosial dan budaya dan lain sebagainya, dengan melibatkan semua unsur serta SKPD terkait, dijelaskan Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya, Pertiwi Ayu Krisna.
Kalau sekarang timbul aturan dalam bentuk Surat Edaran (SE) yang melarang tempat Rekreasi Hiburan Umum (RHU) yang tidak boleh buka, tentu ini menimbulkan kerancuan aturan yang ada. SE bisa diterbitkan, jika Perwali tersebut sudah tidak berlaku lagi atau gugur, terang Ayu, lewat sambungan telepon selulernya saat dihubungi media ini, Sabtu (13/06).
BACA JUGA :
- John Tamrun Menilai Larangan Pembukaan RHU, Gugus Tugas Covid-19 Tendesius
- Jangan Diremehkan, Tidak Ada Yang Kebal Corona Virus Disease 2019 Atau Covid-19
- Semua Pihak Harus Taati Regulasi Protokol Kesehatan Dimasa Transisi New Normal
Lanjut politisi partai Golkar ini, surat edaran yang diterbitkan oleh badan atau instansi di bawah Wali Kota dimana masa Perwali itu masih berlaku, tentu ini adalah suatu kekacauan system administrasi managemen pemerintahan kota Surabaya.
“Tidak bisa aturan dibawahnya menindih aturan diatasnya. Secara hukum, kalau ada Perwalinya, SE itu tidak bisa dilaksanakan,” urainya.
Kecuali, sambung Ketua Srikandi Pemuda Pancasila Kota Surabaya ini, ada Perwali baru, maka perwali lama harus dicabut dulu, baru bisa diganti sementara dengan SE. Dan tidak serta merta ada penertiban SE diatas Perwali, Ini kan bertentangan dengan aturan yang ada diatasnya, jelas Ayu.
Perwali nomor 28 tahun 2020 itu masa berlakunya adalah 14 hari. Dalam masa transisi new normal ini, diterbitkan Perwali yang membolehkan RHU buka dengan protokol kesehatan yang ketat. Tidak boleh ada surat edaran yang melarang tempat RHU untuk tidak buka, jelasnya.
“Itu namanya tumpang tindih dengan aturan yang diatasnya. Kedudukan Perwali lebih tinggi dari surat edaran yang diterbitkan oleh OPD atau badan,” kata Ayu.
Justru dirinya mempertanyakan kenapa Badan Gugus Tugas Penanganan Percepatan Covid-19 menerbitkan surat edaran?, padahal Perwali masih berlaku?.
“Ini sangat kontradiktif, kota Surabaya tidak lagi melanjutkan PSBB karena alasan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dimasa pandemi,” urainya.
Kenapa pelaku usaha RHU sekarag tidak dibolehkan padahal dalam ketentuan Perwali 28 tahun 2020 di pasal 15 dan pasal 20 sudah diterangkan dengan gamblang. Sektor usaha diperbolehkan buka dengan pengetatan protokol kesehatan, terang dia.
“Jika ada salah satu RHU yang mengabaikan aturan itu harusnya lewat teguran lisan, tertulis, sampai ada pencabutan ijin usaha dengan tindakan tegas diambil, bukan pelarangan tempat RHU buka dengan menerbitkan SE,” kata Ayu.
Sementara, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya, periode 2014-2019, Anugrah Ariyadi menyayangkan adanya penerbitan surat edaran dari wakil sekretaris Gugus Tugas Perceatan Penanganan Covid-19, Irvan Widyanto.
Menurutnya, SE no. 443/4738/436.8.4/2020 tertanggal 12 Juni 2020, tentang permohonan penutupan tempat Rekreasi Hiburan Umum adalah langkah yang kurang tepat dari sisi hukum.
Karena kata Anugrah, Perwali 28 tahun 2020 masih berlaku dan belum dicabut, tidak boleh ada SE sebelum adanya Perwali baru atau dicabut.
“Surat edaran bisa berlaku, jika Perwali itu telah dicabut atau masa berlakunya sudah habis. Aturannya seperti itu, ini kan rancu, Perwali masih berlaku ada SE yang diterbitkan. Masyarakat akan bingung acuan payung hukumnya yang mana mau dipakai. Perwali kah yang kedudukannya lebih tinggi dari SE atau mengikuti SE,” ucap Anugrah.
Diterbitkan Perwali supaya tidak meneruskan masa PSBB, dengan pertimbangan faktor ekonomi. Terus bagaimana mereka kok masih tidak boleh kerja, imbuhnya.
“Padahal dalam masa pandemi Covid-19 mereka para karyawan ditempat RHU lebih dari tiga bulan dirumahkan. Terus kalau gak boleh buka, apa ya ada yang nanggung kehidupan mereka?,” tanya Anugrah.
Harusnya lanjut Anugrah, jika mengacu pada Perwali itu, RHU boleh dibuka, asal mematuhi protokol kesehatan yang ketat. Kalaupun ada pelanggaran dari protokol kesehatan, maka perlu disangsi. Baik itu sangsi teguran, sangsi administrasi sampai tindakan tegas dengan penyegelan dan pencabutan ijin usahanya.
“Harusnya kan seperti itu, kalau mengacu pada isi Perwali. Lah iki aneh Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 cawe-cawe nang Satpol PP. Ada apa ini dibalik penerbitan SE tersebut,” tukas Anugrah. (JB01)