JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Dugaan kasus korupsi Jasa Pungut (Japung) pada tahun 2010 yang menyeret mantan Wali Kota Surabaya, Bambang DH perkaranya hingga kini tidak berujung. Kasus korupsi Japung ini perkaranya ditangani oleh pihak Subdit III Korupsi Ditreskrimsus Polda Jatim.
Hampir enam tahun, mantan walikota Surabaya Bambang DH menyandang gelar tersangka. Namun, hingga saat ini kasus ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI Perjuangan ini masih menghirup udara bebas, walau sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak penyidik Ditreskrimsus Subdit III Korupsi Polda Jatim.
Sudah enam periode pergantian pucuk pimpinan Polda Jatim, akan tetapi kasus yang menyerat BDH ini hilang begitu saja. Pergantian pucuk pimpinan Polda Jatim itu, tercatat sejak tahun 2012, mulai kepemimpinan Irjen Pol. Hadiatmoko, Irjen Pol. Unggung Cahyono, Irjen Pol. Anas Yusuf, Irjen Pol. Anton Setiadji, Irjen Pol. Machfud Arifin hingga kini pucuk pimpinan Polda Jatim dijabat Irjen Polisi Luki Hermawan.
Kasus Bambang DH ditetapkan sebagai tersangka pada 27 November tahun 2013. Saat itu, BDH sempat menjalani pemeriksaan sekitar tujuh jam.
Anehnya, hingga kini, suami anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, Dyah Katarina itu kasusnya masih belum jelas keberadaannya. Padahal dalam perkara ini sebelumnya sudah ada empat orang yang menjadi tersangka dan sudah menjalani hukuman hingga sampai bebas.
Empat orang sudah pernah jadi terpidana dan bebas setelah menjalani hukuman, mereka terdiri dari pejabat Pemkot Surabaya dan anggota dewan.
Salah satunya, mantan ketua DPRD kota Surabaya Musyafak Rouf, mantan sekretaris kota Surabaya Sukamto Hadi, mantan asisten II Pemkot Surabaya Muklas Udin dan mantan bagian keuangan Pemkot Surabaya Purwito.
Dipeti kemaskan kasus ini, membuat mantan Ketua DPRD Surabaya Musyafak Rauf meradang kembali menuntuk rasa keadilan. Dia kembali mengingatkan penuntasan kasus Jasa Pungut (Japung) 2010 silam. Hingga enam tahun lamanya, kasus tersebut menurut dia masih mengambang.
Padahal, sejak ditetapkan sebagai tersangka dan meringkuk dibalik dinginnya jeruji penjara, Musyafak mengaku sudah menjadi Justice Collaborator. Hingga menghirup udara bebas, belum ada penuntasan kasus ini.
Atas perannya ini hukumannya diringankan. Dari 1,5 tahun penjara menjadi 11 bulan. “Nah kalau upaya saya membantu (sebagai Justice Collaborator) salah tidak mungkin diringankan. Tinggal sekarang bagaimana penegak hukum,” terangnya di Jakarta, Rabu (24/7).
Ia menyayangkan hingga saat ini penuntasan kasus tersebut masih mengambang. Hal itu dinilai tidak adil dan tebang pilih. Terlebih dalam penetapan kasus tersangka mantan Walikota Surabaya, Bambang DH.
“Kenapa kok tidak ada lanjutannya. Tidak di SP3, ya tidak dilanjut. Sama saja masuk angin penegakan hukumnya,” tegas pria yang juga ketua DPC PKB Surabaya ini.
Lebih lanjut, Musyafak menginginkan seharusnya penegak hukum bisa fair. Sebab, upaya penegakan hukum tengah menjadi sorotan masyarakat. “Kalau mau fair ya harus dipidana. Ini kan bola salju terus mencair. Kalau sudah begitu nanti kan akan terlihat kebenarannya,” imbuh Musyafak.
Terpisah ketika dikonfirmasi Kabid Humas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera memastikan kasus ini masih berlanjut. Kasus masih belum selesai. “Kan belum ada SP3 juga,” ujarnya.
Dia mengakui perkara ini sudah berlarut lamanya dan memakan waktu sekitar enam tahun lamanya. “Ini jadi beban hutang kami Polri untuk segera dituntaskan,” tegasnya.
Hanya saja Barung tidak bisa memastikan kapan kasus ini akan segera selesai. Menurut dia penyidik masih berkerja untuk mencari bukti baru. “Harus ada novumnya,” beber pria dengan pangkat tiga melati ini.
Ditanya apakah ada intervensi karena Bambang DH merupakan petinggi partai penguasa PDIP, Barung menolak. “Tidak ada itu,” imbuhnya.
Sementara itu Bambang DH ketika dikonfirmasi SurabayaTIMES memilih untuk tidak menjawab. Pesan singkat lewat pesan Whats App hanya dia baca saja. Demikian juga telpon yang tidak direspon.
Sekedar diketahui dana japung dicairkan Pemkot Surabaya pada tahun 2009, di mana saat itu Bambang DH masih menjabat sebagai wali kota. Untuk kerugian Negara diperkirakan mencapai Rp 720 juta.
Setelah setahun melakukan penyelidikan penyidik dari kepolisian kemudian memeriksa Bambang DH. Karena dia dianggap mengetahui perkara ini.
Berkas kasus ini sudah bolak-balik untuk diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim. Namun, sudah sepuluh kali berkasnya selalu dikembalikan kembali ke penyidik Polda Jatim. (STM/JB01)