JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Anemo masyarakat Surabaya yang terus berkembang atas tingginya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahunnya, membuat DPRD kota Surabaya, akan segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) perubahan Perda Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Anggota Komsis B DPRD Kota Surabaya, Edi Rahmat mengatakan, pansusnya belum dibentuk, namun pansusnya sudah diserahkan ke Komisi B. Akan tetapi, sambung dia, diinternal Komisi B masih dalam tahapan merapatkan, siapa yang ditunjuk sebagai ketua Pansus dan siapa-siapa anggotanya.
“Lantaran kemarinkan rapat Paripurna dua kali gagal, sehingga Pansus belum dibentuk,” papar Edi, Kamis (18/4).
Edi menambahkan, perhitungan PBB kan tiap tahun mengalami kenaikan setiap tahun. Sedang perhitungan yang nol koma satu, maupun nol koma dua naik terus. Dan yang dibawah Rp 1 M dan Rp 2 M semakin naik, jadi gagasan dari Komisi B untuk merubah Perda tersebut disesuaikan dengan aspirasi masyarakat Surabaya.
“Supaya kedepannya ada kejelasa bagi masyarakat. Dibentuknya Pansus ini, agar masyarakat mempunyai kejelasan. Supaya kenaikan PBB yang dikeluhkan masyarakat Surabaya setiap tahun tidak naik lagi,” terangnya.
Memang begini imbuh dia, ketika pembangunan di Surabaya semakin meningkat, otomatis NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak) semakin naik. Saya yakin adanya kenaikan NJOP semua pasti senang lah. Dengan nilai jual tanah tinggi.
“Tetapi, berdampak pada pembayaran PBB itu sendiri. Dampaknya pada mereka yang sudah tidak produktif, mereka yang tidak punya usaha atau sudah purnah tugas (Pensiun, red). Walaupun NJOP naik tapi mereka tidak punya usaha atau tidak produktif lagi. Kenaikan PBB akan diperhitungkan dari nilai NJOP nya,” sebutnya.
Ketua DPC Partai Hanura kota Surabaya ini menegaskan, jika pakai sistem zona, ya kasihan juga. Kalau daerah pojokan sama dengan daerah depan, daerah tengah sama dengan yang di depan, itu yang perlu kita kaji dengan benar. Sedang kalau kita mengacu pada program Pemkot, kan cuma penghapusan atas denda.
“Tapi ini kan nilai-nilai pokoknya yang harus kita bayar berapa. Ini harus ada kepastian, kedepan harus ada kepastian, bahwa masyarakat mampu tanpa harus merubah sistemnya, “pungkasnya. (*/JB01)