
JURNALBERITA.ID – JAKARTA, Banyaknya disinformasi vaksin Covid-19, sehingga kondisi ini memicu keraguan dikalangan masyarakat luas akan vaksin tersebut. Bahkan sebagian masyarakat menolak rencana Pemerintah untuk memberikan vaksin Covid-19.
Pengadaan vaksi Covid-19 itu tidak serta merta membuat masyarakat percaya terhadap vaksin yang akan diberikan oleh pemerintah.
Menanggapi hal ini, pengamat komunikasi politik Universitas Essa Unggul, Jakarta, Moch Jamiluddin Ritonga berpendapat, ketidak percayaan publik akan Vaksin tersebut wajar, mengingat presiden bukan orang kredibel dalam menyampaikan vaksin Covid-19 kepada masyarakat.
Setidaknya itu adalah peran dari menteri kesehatan dan BPOM yang menyampaikan itu. Sebab, kata Jamiluddin, dua lembaga di pemerintahan ini yang memiliki kredibilitas dalam menyampaikan vaksin Covid-19.
Selain dua lembaga tersebut, lanjut Jamiluddin, sebetulnya pemerintah dapat menggandeng Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam menyampaikan vaksin Covid-19. Lembaga ini tentu sangat kredibel menyampaikan hal itu.
“Sayangnya IDI tidak dilibatkan dalam menyampaikan rencana vaksin Covid-19 ke masyarakat. Justru IDI menginformasikan, sampai saat ini belum ada vaksin Covid-19 yang telah lulus uji klinis fase tiga,” terangnya.
Bahkan BPOM sendiri hingga kini belum menyampaikan vaksin mana yang aman, berhasiat, dan bermutu sesuai standar internasional WHO, ungkap Jamiluddin, Selasa (22/12) di Jakarta.
Saat ini, sambung Jamiluddin, persepsi yang berkembang di masyarakat, bahwa belum ada vaksin Covid-19 yang layak digunakan. Persepsi inilah yang membuat masyarakat masih ragu, bahkan menolak rencana vaksin Covid-19.
Apalagi masyarakat juga masih ragu kehalalan vaksin tersebut. Keraguan itu menguat, lantaran MUI hingga detik ini belum menyampaikan apapun terkait vaksin tersebut, ucap dia.
“Jadi, kredibilitas penyampai vaksin Covid-19 menjadi faktor dominan penyebab terjadinya keraguan dan penolakan di masyarakat,” paparnya.
Selain itu, keraguan dan penolakan juga disebabkan masih parsialnya informasi tentang vaksin Covid-19.
Sebagian masyarakat menganggap akan di vaksin produk Sinovak, yang oleh WHO dinilai paling rendah efektivitasnya. Hal ini makin membuat masyarakat khawatir untuk di vaksin.
“Karena itu, pemerintah perlu menyusun pesan yang komprehensif agar masyarakat mengerti mengenai vaksin Covid-19, konsekuensinya, dan kemungkinan antisipasinya. Dengan informasi seperti itu, masyarakat siaga dan siap saat pelaksanaan vaksin,” ucap pengajar Isu dan Krisis Manajemen, Metode Penelitian Komunikasi dan Riset Kehumasan ini.
Untuk itu, pemerintah hendaknya menyalurkan informasi mutakhir secara berkala agar masyarakat yakin pelaksanaan vaksin layak secara medis dan halal secara agama.
Pemerintah juga perlu menjelaskan cara praktis penanganan vaksin, mengkoreksi rumor dan misinformasi, serta menjelaskan rencana paska vaksin Covid-19.
“Jadi, pemerintah, IDI, dan MUI perlu berkoordinasi agar terjadi sinergi satu pesan komunikasi yang sampai ke masyarakat. Tentu diperlukan berbagai media yang menjangkau seluruh masyarakat untuk menyampaikan pesan vaksin Covid-19 secara gratis,” tukas Jamiluddin.
Hal ini dilakukan secara terus menerus dan terintegrasi. Tanpa komunikasi yang tepat, masyarakat tidak akan mengadopsi perilaku yang diharapkan dan tujuan pemerintah agar masyarakat bersedia di vaksin akan sulit tercapai, urai Jamiluddin. (PK/JB01)