JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Kadang tidak habis pikir dengan sikap Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini yang terkadang mudah meledak, mudah nangis dan mudah bersujud.
Pemandangan seperti ini bukanlah hal baru dipertontonkan Wali Kota Surabaya dua periode ini. Bersujud yang tertangkap oleh kamera sudah 2 sampai 3 kali sepertinya. Sedang yang nangis juga sudah berkali kali, dan apalagi yang marah lebih banyak lagi, diungkap Vinsensius Awey, Selasa (30/06) di Surabaya.
Padahal yang disampaikan oleh IDI, dan yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Surabaya beberapa hari lalu, adalah kurang lebih sama yakni terkait kesadaran dan kepatuhan warga kota surabaya mengikuti protokol mitigasi kesehatan.
BACA JUGA :
- KH. Sofiyullah Muzammil : Sujud Sebuah Puncak Penghambaan Pada Allah SWT Bukan Pada Manusia
- Arif Fathoni Sebut Sujud Risma Berlebihan, Mahfudz : Sujud Selain Kepada Allah SWT Sirik
- Kantor Kelurahan Di Lockdown, Sistem Pelayanan Publik Mati Total
“Seperti bermasker masih kurang. Dan saat itu Bu Risma juga menanggapi pernyataan Presiden dengan nada sedikit membantah, terkait jumlah prosentase yang dipaparkan Pak Jokowi. Nah kenapa respon kepada IDI dgn Bpk Presiden berbeda. Kenapa tidak bersujud juga dihadapan Presiden sebagai atasannya,” papar Awey.
Bersujudnya Risma sampai 2 kali itu, sesungguhnya ingin menunjukan ketidakmampuan Risma dalam menertibkan warganya, agar patuh untuk menjalankan protokol kesehatan. Hal ini supaya pasien tidak terus bertambah dan atau mau menunjukan kepada publik, bahwa seakan-akan pengelola RS dr Soetomo sangat kejam dan bertindak tidak adil terhadap warga kota surabaya.
“Karena berkali-kali menolak, untuk bertemu dan berkoordinasi dengan Risma? Kalau tujuannya adalah yang ke 2 maka ini sangat berbahaya, karena dapat menyesatkan pengiringan opini dari hal yang benar bisa menjadi tidak benar dan sebaliknya,”urai Awey.
Padahal data yang dimiliki bhw RS Soetomo perhari ini telah dihuni oleh 79 % warga kota Surabaya (ber KTP surabaya). Jadi apa sesungguhnya pesan yang ingin disampaikan oleh Risma dengan car…
Dan yang paling membahayakan adalah kalau sampai “bermain korban” (victim playing) seolah-olah memposisikan diri sebagai seorang korban untuk berbagai alasan dan ujung ujungnya mengalir simpati kepada korban.
“Sisi lain hujatan kepada pihak RS Soetomo dan Pemprov yang diposisikan sebagai subyek yang menindas korban. Mudah mudahan tidak seperti itu. Karena victim playing ini sangat berbahaya dan menyesatkan. Kita tidak inginkan itu terjadi,” kata mantan legislatif periode 2014-2019 ini.
Lanjut Awey, lagi pula tidak ada satu orang pun yang menyalahkan Risma kalau sampai pasien covid terus bertanbah dikota Surabaya. Kenapa Risma harus merasa bersalah dan bersujud ? Kalaupun BENAR merasa bersalah, maka mari dengan seluruh jajaran ASN yang ada dibawah satu komando walikota untuk memiliki SENSE OF CRISIS (pasien terus bertambah dari hari kehari dan kesadaran masyarakat juga masih tergolong rendah dalam menjalankan protokol kesehatan dan lain lainya) dengan demikian dengan segala kemampuan yang dimiliki untuk bekerja keras memutus rantai covid 19 dan atau mengurangi penyebaran pandemi covid 19 ini.
“Dan bukannya meledak-ledak, menangis dan bersujud. Ketiga hal itu tidak mampu untuk menurunkan jumlah pasien covid dari hari ke hari. Ketiga hal itu bukanlah protokol mitigasi kesehatan. Sehingga tidaklah perlu bertindak terlalu jauh sampai bersujud,” ucapnya.
Bangkitlah ibu Wali Kota yang tercinta, mari semua bergotong royong, bersinergi dan bekerja keras untuk sungguh sungguh memerangi pandemi covid ini. Jangan lagi antar kepala daerah saling perang opini dan apalagi penggiringan opini, sambung Awey.
“Cukup sudahlah dan akhirilah karena itu semua tidak akan mampu menurunkan jumlah pasien covid 19 dan justru akan menambah keruwetan ditengah masyarakat sendiri,: tukasnya. (*JB01)