JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Merebaknya video viral terkait sujud sembari menangis yang dilakukan oleh Wali Kota Surabaya di depan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sempat menjadi perbincangan publik, tindakan Risma dinilai berlebihan.
Ketua fraksi Golkar di DPRD Surabaya, Arif Fathoni, menganggap sikap Walikota Surabaya Tri Rismaharini melakukan aksi sujud sambil menangis di hadapan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terlalu berlebihan.
“Yang dibutuhkan masyarakat sekarang itu bukan seberapa keras dia (Risma) menangis, bukan seberapa keras kepala daerah memarahi anak buahnya. Tetapi bagaimana mampu mengatasi Covid ini secara maksimal,” ujarnya, Selasa (30/06) di Surabaya.
Pasalnya, anggota komisi A DPRD kota Surabaya ini mengatakan, anggaran realisasi untuk penanganan Covid-19 dari 208 milyar yang terserap hanya 30 milyar padahal angkanya tiap bulan naik.
BACA JUGA :
- Sekretaris Komisi B Desak PT SIER Segerakan Deviden Ke Pemkot
- Kantor Kelurahan Di Lockdown, Sistem Pelayanan Publik Mati Total
- Pemkot Belum Kucurkan Anggaran Kampung Tangguh, RT/RW Ancam Mundur
“Nah ini harus dipikirkan bersama, ini dibutuhkan kebijakan yang keras, bukan tangisan yang keras bukan memarahi anak buah yang keras,” ungkapnya.
Thoni menduga itulah ekpresi kelelahan walikota, karena selama ini bagian Humas dan Infokom sibuk menyajikan narasi pujian-pujian terhadap keberhasilan penanganan covid-19.
“Sebagaimana berita berita yang telah tersebar seperti Menko PMK minta kepala daerah lain belajar ke Surabaya, namun fakta dilapangan mungkin berkata lain, oleh sebab itu agar insiden walikota bersujud tidak terulang lagi,” urainya.
Lebih baik sambung Thoni, Humas dan Infokom bekerja menyajikan data upapa-upaya penanganan pandemik covid-19 selama ini dari pada sibuk menyajikan pujian-pujian keberhasilan.
Tanpa berita-berita itupun, warga Surabaya sudah bisa memberikan penilaian terhadap segala kinerja walikota selama ini, imbuhnya.
“Saya berharap Walikota mengkonsolidasikan birokorasi secara efektif, karena masa jabatan beliau kurang setahun. Saya khawatir loyalitas ASN yang beliau pimpin sudah mulai memudar, sehingga dibalik puji-pujian tersebut justru berpotensi menjerumuskan wali kota,” tutur Thoni.
Sambung politisi partai Golkar ini, Wali kota bersama jajajaran, baik wakil walikota mapun kepala2 OPD, bahu membahu membantu Wali Kota menangani pandemi ini secara efektif.
“Kesampingkan urusan suksesi, apalagi menjadikan pandemi ini sebagai upaya citra diri. Jangan biarkan Wali Kota kebanggaan kita ini bekerja secara sendiri. Kami mendukung penuh setiap upaya walikota menangani pandemik ini, semuanya berbasis kemanusiaan,” tukasnya.
Senada dengan Arif Fathoni, Wakil ketua fraksi PKB di DPRD Surabaya Mahfudz, juga menganggap aksi Risma berlebihan.
Menurutnya, jika memang bantuanya ditolak oleh RS dr.Soetomo, pemerintah kota Surabaya harus legowo.
“Tapi kalau ditolak terus menangis, bahkan sampai sujud – sujud, ya janganlah. Karena kita sujud dan menangis hanya untuk Allah ngak perlu sujud pada manusia, karena sujud pada selain Tuhan itu sirik,” kata Mahfudz..
Ia mengatakan, sikap Walikota Tri Rismaharini, menurutnya tidak pantas dan tidak elok ditunjukan oleh seorang pemimpin pada kalayak ramai. Apalagi dalam sorotan lensa para awak media saat itu.
“Sebenarnya hanya soal komunikasi antara Bu Risma dengan Bu Khofifah, kalau perlu ngak usah media lah, coba ngobrol dari hati ke hati, jadi ngak usah berlebihan lah santai ae,” ucap Mahfudz. (JB01)