
JURNALBERITA.ID – JAKARTA, Reshuffle kabinet sebaiknya meniadakan semua wakil menteri. Mereka ini praktis tidak terdengar kinerjanya, demikian ditegaskan oleh pengamat komunikasi politik, Universitas Esa Unggul, Jakarta, Jamiluddin Ritonga.
“Kita tidak tahu yang dikerjakan para wakil menteri. Senyap, tanpa pemberitaan sama sekali,” kata Jamiluddin.

Menurutnya, padahal rakyat berhak mengetahui apa yang dikerjakan para wakil menteri yang cukup banyak di kabinet Jokowi. Sebab, gaji mereka bersumber dari APBN.
Wakil Menteri Pariwisata misalnya, kalau pun diberitakan hanya diinformasikan mendampingi Menteri Pariwisata Sandiaga Uno. “Kalau tugasnya hanya mendampingi, untuk apa ada posisi wakil menteri,” terangnya.

Lebih baik, dia menambahkan, tugas dan fungsi wakil menteri didistribusikan ke Sekjen dan dirjen. Mereka ini akan lebih mumpuni melaksanakan tugas-tugas yang diembankan kepada wakil menteri.
“Dengan begitu anggaran untuk wakil menteri dapat ditiadakan. Ini dengan sendirinya dapat mengurangi beban APBN yang memang sudah berat,” urai mantan Dekan ini.
Hal itu juga sesuai dengan kondisi Indonesia yang sedang dilanda resesi ekonomi. Indonesia perlu melakukan pengetatan di semua bidang, termasuk meniadakan anggaran untuk wakil menteri, papar Jamiluddin.
“Agar kinerja kementerian tetap maksimal, presiden perlu mengganti menteri yang kinerjanya biasa-biasa saja. Tentu penggantinya harus memang memiliki kemampuan yang tidak biasa,” tandasnya.
Masalahnya, apakah Jokowi cukup independen untuk mengganti para menterinya dengan orang-orang terbaik di bidangnya ? Kalau tidak, tentu reshuffle kabinet tidak akan membawa pengaruh signifikan kepada kinerja masing-masing kementerian.
“Reshuffle kabinet jangan sampai hanya menjadi ajang bagi elit politik untuk bergantian menikmati kursi menteri. Kalau ini yang terjadi, maka reshuffle kabinet tidak akan meningkatkan kinerja kementerian,” pungkas Jamiluddin.
Oleh: M Jamiluddin Ritonga
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jakarta