“Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti : Rapid Test yang dilakukan BIN, Pemkot harus evaluasi secara keseluruhan terkait antrian (Physical Distancing)”
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Rapid test yang digagas Badan Intelejen Negara (BIN) bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya di terminal Sukolilo berpotensi adanya penyebaran baru Corona Virus Disease 2019 atau yang disebut Covid-19. Pasalnya pelaksanaan rapid test tersebut mengabaikan protokol kesehatan (Physical Distancing).
Sedikitnya dalam tahap awal ada 10 orang reaktif dan langsung dibawah untuk isolasi mandiri. Sedangkan warga reatif lainnya, pihak tim medis BIN langsung melalukan swab terhadap warga yang reaktif, hasilnya ditentukan dari hasil swab yang masih berlangsung.
BACA JUGA :
- Wakil Ketua DPRD, Reni Astuti Minta Supaya Dinkes Surabaya Prepare Ruang Isolasi Baru
- Sambang Kampung Tangguh Dupak Masigit RW 02, Tim Polda Jatim Apresiasi Inisiasi Budi Leksono
- Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Lailai Mufidah Minta Pemkot Perhatikan Pondok Pesantren Surabaya
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Reni Astuti turut melakukan peninjauan langsung dilapangan terhadap palaksanaan rapid test saat itu. Ditemukan dilapangan masyarakat begitu antusias mengikuti rapid test kerjasama Pemkot Surabaya bersama BIN itu.
Sayangnya pelaksaan dari 500 data entri ditambah para Satgas outsorcing tersebut mengabaikan Physical Distancing, sehingga tanpak warga berjubel yang antri, imbuh dia.
“Ya warga sangat banyak dan berjubel, ini dikhawatirkan banyak masyarakat yang akan tertular. Karena dirapid test tadi sudah ada yang reaktif sebelumnya,” papar Reni.
Poitisi PKS ini menambahkan, walau diwajibkan bagi warga yang ikut rapid test harus mengenakan masker semua. Tapi setidaknya ada pemisahan warga yang reaktif dengan warga lainnya. “Tadi saya lihat memang sudah ada pemisahan antara yang reaktif dengan warga lainnya,” ucap Reni.
Kondisi ini harusnya pihak Pemkot Surabaya turut membantu untuk menertibkan soal antrian peserta rapid test tersebut. “Soal antrean harus menjadi perhatian Tim gugus tugas covid-19 Pemkot Surabaya. Agar Physical Distancing tetap terjaga dengan baik,” urainya.
Reni melanjutkan, sebelum pelaksanaan rapid test, harusnya dibikin aturan warga yang antri dengan memberlakukan nomor antrian. Misalnya per 50 orang yang siap untuk rapid test, sedang yang lain nunggu.
“Apalagi dalam kondisi sengatan matahari. Jika kondisi warga yang antri berjubel dengan sengatan matahari yang panas akan menjadi lemah dan ini sangat rentan terhadap terpaparnya virus ini,” terangnya.
Tidak dipungkiri akan terjadi penyebaran baru dengan berjubelnya warga yang antri, oleh karenanya dari beberapa rapid test yang dilakukan BIN, Pemkot harus mengevaluasi secara keseluruhan terkait proses antrian (Physical Distancing).
“Saya kok masih melihat dari beberapa rapid test yang dilakukan, antrian warga yang ikut rapid test masih berjubel, dengan kata lain jarak antara yang satu dengan lainnya masih berdempetan,” sambungnya.
Sementara berdasarkan data rapid test yang sudah dilakukan, sebanyak antara 7-10 persen adalah reaktif, dan dari data reaktif itu 50 hingga 60 persen dinyatakan posistif. Untuk itu Reni meminta agar Pemkot Surabaya prepare untuk penyediaan ruang isolasi baru tersebut.
“Jangan sampai dari data yang dinyatakan positif setelah hasil swab, ruang isolasi tidak ada. Pemkot perlu menyiapkan ruang isolasi baru buat warga yang terinfeksi baru. Warga yang dinyatakan positif Covid-19 perlu mendapatkan perawatan medis,” tukas Reni.
Karena rata-rata, sambung Reni, warga surabaya yang ikut rapid test itu minimal jumlahnya sekitar 500 orang. Kalau sekarang yang reaktif sekitar 7 sampai 10 persen dari 500 perserta maka ditemukan 35 orang reaktif. Dari data reaktif sekitar 50 hingga 60 persenya dinyatakan posistif, maka jumlah yang positif bisa bertambah 21 orang setiap rapid test massal yang dilakukan BIN.
“Saya minta pihak Dinas kesehatan kota Surabaya segera mempersiapkan (prepare) untuk ruang isolasi baru bagi warga yang dinyatakan positif tersebut,” kata Reni. (JB01)