“Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Pertiwi Ayu Krishna, Menyangkal Hambat Proses Hearing”
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Ketua Surabaya Coruption Watch Indonesia (SCWI) Hari Cipto Wiyono mengaku kecewa dengan DPRD Surabaya. Pasalnya, hearing tentang dugaan korupsi atas aset YKP (Graha Astranawa) di Kelurahan Menanggal, Kecamatan Gayungan seluas 3.819 M2 tak membuahkan hasil yang memuaskan.
Dalam hearing di Komisi A yang dihadiri oleh beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) terkait di Pemkot Surabaya itu tak membuahkan keputusan, bahkan hearing seolah-olah dilaksanakan secara normatif, tanpa adanya target penyelesaian atau solusi atas masalah senkget Graha Astranawa.
BACA JUGA :
- Arif Fathoni Dikukuhkan Sebagai Ketua DPD II Golkar Kota Surabaya
- Fokus Sosialisasi & Bagi-bagi Masker, Target Dua Minggu Melandai Ambyar
- Stimulus Untuk Kampung Tangguh Ditambah
“Ya, saya kecewa. Sebab, hearing yang selama ini kita nantikan ternyata tidak solusinya. Hasil dari hearing Komisi A DPRD Kota Surabaya meminta sengketa tanah seluas 3.819 M2 untuk dikembalikan di jalur hukum,” katanya usai hearing atau dengar pendapat.
Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu mengatakan, permasalahan tanah yang saat ini ditempati Graha Astranawa tidak ada data-data yang berkaitan dengan DPBT Kota Surabaya.
“Berdasarkan data yang ada di YKP pada tahun 2000. Pak Sunarto (wali kota, red) waktu itu menjabat Ketua pengurus YKP menerbitkan surat persetujuan kepada Pak Sartono,” ungkapnya.
Yayuk, sapaannya, menjelaskan, dalam surat persetujuan itu intinya adalah memberikan persetujuan terhadap tanah YKP yang terletak di Kelurahan Menanggal Kecamatan Rungkut seluas 3.825 M2.
“Jadi berdasarkan data sudah ada sengketa di PN Surabaya nomer 86 perdata tahun 2016. Selanjutnya hasil keputusan lainnya menolak dari pemohon kasasi terhadap Choirul Anam dan sudah dilaksanakan eksekusi,” tukasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Pertiwi Ayu meminta yang memimpin rapat dengar pendapat meminta perwakilan SCWI agar menempuh jalur hukum. Sebab, sengketa lahan tersebut sudah berada di jalur hukum.
“Bukan berarti (hearing) kita bisa membantu, karena sengketa lahan ini sudah masuk proses hukum di pengadilan dan sudah bukan kewenangan di DPRD lagi,” jelasnya.
Menyangkal terhadap dugaan tidak merespon soal aduan kasus aset Graha Astranawa, Ayu menegaskan, sebenarnya di Komisi A itu kan terdiri atas beberapa unsur partai politik termasuk juga ada perwakilan dari fraksi PKB.
Untuk keputusan ini adalah secara kolektif kolegial, jadi keputusan bersama tidak atas dasar keputusan pribadi, sambung dia.
“Komisi A tetap akan memproses aduan atas kasus ini, cuman surat itu harus diproses di sekretariat, habis itu di sampaikan ke Ketua DPRD, baru bisa kita proses, bukannya tidak mau diproses,” terang Ayu.
Sementara kesempatan lain, Hari Cipto mengatakan, tujuan permintaan hearing itu adalah untuk menanyakan aset Graha Astranawa apakah punya pemkot atau YKP. Kalau memang aset itu punya pemkot, maka harus dikembalikan.
Hari menjelaskan, di dalam keterangan putusan PN Surabaya no 86 tahun 2016 halaman 48 menyatakan, bahwa tanah itu diberikan. Karena disinyalir salah satu partai politik (parpol) mendukung Cak Narto sebagai wali kota.
“Bukankah ini pelanggaran hukum. Kalau salah satu parpol mendapat tanah 3.600 M2, lalu partai lain mendapat berapa luas tanah dan di mana saja?,” ungkapnya.
Dasar temuan SCWI di lapangan, Hari mengaku, bahwa tanah seluas 3.819 M2 di Kelurahan Menanggal, Kecamatan Gayungan itu milik warga. Berstatus STHM dan dalam proses sengketa di pengadilan dengan PKB.
“Saya datang di hearing ini agar masalahnya segera klir, mengetahui kebenaran aset lahan tersebut. Saya berharap Bu Risma independen tetap berjuang menyelamatkan asetnya. Artinya, aset itu tetap miliknya pemkot,” tandasnya. (JB01)