JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Polemik antar warga Ambengan Batu gang IV kel.tambaksari, Kec. Tambaksari terkait Ijin Pemakaian Tanah (IPT) yang merupakan aset Pemerintah Kota Surabaya menuai reaksi dari berbagai pihak.
Polemik bermula dari Santi Supriati CS hendak melakukan perpanjangan sewa lahan pada Pemkot Surabaya. Namun lahan sewa atas tanah Pemkot Surabaya itu telah berubah hak kuasa pakainya kepada Surniasih.
Lewat pengadilan negeri (PN) Surabaya Surniasih melakukan gugatan atas Persil IPT dijalan Ambengan Batu gang IV no 4, Kel.Tambaksari, kec.Tambaksari Kota Surabaya kepada para pihak yang menghuni tanah Pemkot tersebut diantaranya, Sahroni (tergugat I), Sophian (tergugat II), Suyitno (tergugat III) dan Santi Supriati (tergugat IV).
Sedang riwayat dari Persil dijalan Ambengan Batu IV no 4 tersebut, terbit IPT tahun 1974 seluas 121m² atas nama Kusniah, tahun 1992 dengan luas yang sama 121 m² atas nama Winarsih, setahun kemudian tahun 1993 atas nama Heriawatie dengan luas 117 m² dan terbit lagi IPT tahun 2023 atas nama Surniasih dengan luasan bertambah menjadi 122,85 m².

Melalui putusan PN Surabaya para tergugat dinyatakan kalah dan mengabulkan permohonan penggugat atas IPT tersebut. Putusan pengadilan negeri Surabaya nomor 1322/Pdt.G/2023/PN Surabaya tanggal 01 Agustus 2024, atas pemakaian tanah, izin pemakaian tanah (IPT) no.500.16.7.2/1050-T-BJ.P.IPT/436.7.15/2023 tertanggal 10 Oktober 2023.
Para pihak tergugat tidak terima atas putusan PN tersebut dan melakukan perlawanan lantaran mereka (pihak tergugat) tidak pernah ada transaksi apapun atas Persil IPT yang mereka tempati secara turun temurun.
Anugrah Ariyadi selaku koordinator pihak tergugat mengadukan hal ini pada Pemkot Surabaya melalui BPKAD selaku pihak yang berwenang atas penerbitan IPT tersebut.
“BPKAD selaku penerbitan no IPT balik nama kok enggak survei maneh nang lapangan, padahal kondisi lapangan wes berbeda, ‘wis gembyeng geden’,” kata Anugrah usai rapat bersama BPKAD, Bagian Hukum, Camat dan Lurah Tambaksari dan para tergugat, Jumat (21/03/2025) dilantai 3, jalan Jimerto, kota Surabaya.
Anugrah juga menegaskan agar Pemkot bertanggungjawab atas penerbitan IPT yang diterbitkan itu. “Harusnya Pemkot lah yang bertanggungjawab atas penerbitan no IPT. Ini merupakan produk Pemkot, jadi mereka yang bertanggungjawab,” tegasnya.
Pemkot harus mencabut atau memblokir IPT atas nama Surniasih, lantaran cacat demi hukum dan menyalahi aturan yang ada, sebut Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya periode 2014-2019 ini.
Selain itu, Anugrah juga mendesak agar Pemkot berkirim surat pada PN Surabaya untuk melakukan peninjauan kembali (PK) atas perkara ini.
“Kenapa IPT dengan Persil yang beda malah juga dimasukkan pada IPT yang dikuasai Surniasih,” beber Anugrah.
“Saya minta Pemkot segera melakukan survey dan pengukuran kembali atas Persil IPT tersebut, kalau perlu cabut IPT itu,” ucap dia.
Kalau perkara ini tidak bisa terselesaikan, maka pihaknya akan mengadukan pada Walikota Eri Cahyadi, produk IPT yang diterbitkan telah menyesarakan rakyatnya.
“IPT kan produknya Pemkot jangan sampai produk Pemkot ini menyesarakan warganya,” kata Anugrah.
Sementara bagian hukum Pemkot Surabaya, Arif Rahman menyarankan agar para pihak tergugat melakukan PK melalui PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara).
Sembari menunggu perkara ini, pihak Pemkot Surabaya telah melakukan pemblokiran no IPT yang dikuasai Sunarsih, lantaran masa perpanjangan IPT tersebut akan berakhir pada tahun 2026 mendatang. (JB01)
