JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Hunian Layak DPRD Surabaya menggelar rapat internal dengan Josiah Michael Ketua Badan Pembentukan Perda DPRD Surabaya. Selasa (18/02/2025)
Rapat perdana di Komisi A DPRD Surabaya ini untuk mendalami aspek hukum serta latar belakang inisiatif pembuatan Raperda tentang hunian layak, khususnya terkait rumah susun sewa (rusunawa) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Aldy Blaviandy anggota Komisi A DPRD Surabaya menerangkan, bahwa pembahasan pansus tidak hanya terfokus pada hunian layak di rusunawa semata, maka aspek hukum dan kriteria rusunawa yang ideal perlu dikaji dengan cermat.
“Kita juga butuh kejelasan terkait payung hukum yang mengatur, serta kriteria yang akan kita bahas lebih dalam. Pansus ini akan bekerja cukup lama karena perlu kehati-hatian dalam merancang aturan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” ujar Aldy kepada pers usai rapat pansus.
Salah satu pembahasan utama dalam rapat tersebut adalah mengenai pasal 57 yang dijadikan acuan dalam penyusunan raperda. Klausul terkait pengelolaan rusunawa oleh pemerintah kota menjadi perhatian utama pansus.
“Kami berpandangan bahwa rusunawa sebaiknya dikelola oleh pemerintah kota, bukan diserahkan ke swasta. Ini penting untuk melindungi MBR agar tidak ada pihak lain yang turut campur dalam pengelolaan yang dapat merugikan masyarakat,” jelas Aldy.
Selain itu, pansus juga menyoroti pentingnya dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebagai standar kelayakan gedung-gedung di Surabaya. “Banyak gedung yang belum melengkapi dokumen SLF-nya. Kami berharap dalam raperda ini, SLF bisa menjadi salah satu pintu pengaturan kelayakan bangunan di Surabaya,” tuturnya.
Pansus berencana mengundang dinas terkait pada Kamis mendatang, termasuk Dinas Hukum dan pencetus ide raperda ini, guna memperdalam landasan hukum serta melakukan perubahan pasal sesuai kebutuhan.
“Kami ingin memastikan bahwa pembangunan rusunawa ini bisa segera direalisasikan setelah raperda disahkan. Harapannya, ini bisa menjadi model yang nantinya diadopsi oleh daerah lain,” kata Aldy.
Dalam rapat juga dibahas opsi peningkatan jumlah lantai rusunawa. Saat ini, rusunawa di Surabaya masih dibatasi lima lantai, namun pansus mempertimbangkan untuk menaikkan jumlah lantai menjadi lebih tinggi lagi (12 lantai) agar pemanfaatan lahan lebih optimal.
“Dengan lahan perkotaan yang semakin terbatas, pansus menilai opsi peningkatan lantai ini menjadi solusi agar lebih banyak masyarakat yang bisa mendapatkan hunian layak,” tambahnya.
Raperda hunian layak ini diharapkan dapat mengurangi antrean panjang kebutuhan hunian yang saat ini mencapai belasan ribu. Pansus optimistis, jika raperda ini disahkan, pembangunan rusunawa dapat segera diwujudkan oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Menurut Aldy, ini menunjukkan keberpihakan pansus terhadap MBR menjadi poin utama dalam pembentukan raperda hunian layak. Dengan memastikan bahwa rusunawa tetap berada di bawah pengelolaan pemerintah kota.
“kebijakan ini dapat memberikan jaminan perlindungan terhadap masyarakat berpenghasilan rendah dan menghindarkan mereka dari campur tangan pihak swasta yang berorientasi pada keuntungan,” tandasnya.
“Penguatan regulasi terkait LSF menjadi langkah strategis dalam meningkatkan standar keamanan dan kelayakan hunian di Surabaya< imbuhnya.
Aldy berpandangan, jika rapat pansus ini menjadi langkah awal yang penting dalam membangun landasan hukum yang kuat untuk hunian layak di Surabaya. “Jika raperda ini dapat segera disahkan, diharapkan pembangunan rusunawa akan lebih cepat terealisasi”, tutup Aldy. (ADV/JB01)