JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Ketua DPRD Surabaya tanggapi penertiban baliho partai politik oleh Satpol PP Kecamatan Pabean Kecantikan Surabaya. Adi Sutarwidjono ketua DPRD Kota Surabaya menjelaskan, bahwa semua itu merupakan kegiatan proses sosialisasi pada masyarakat.
“Ada baiknya juga saya sarankan seperti pemilu-pemilu yang lalu atau sebelumnya,” ujarnya, Kamis (24/08/2023) ditemui seusai penandatanganan Raperda dalam rapat Paripurna DPRD Kota Surabaya.
Awi sapaan akrabnya, mencontohkan, seperti pada masa kampanye Pilkada ada MoU antara partai politik peserta pemilu dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).Termasuk dengan Pemerintah daerah Kota Surabaya, kepolisian dan kejaksaan yang berkaitan dengan kegiatan pemilu.
Sehingga kesepakatan tersebut bisa diketahui oleh publik atau warga masyarakat. “Semua peserta pemilu akan lebih tahu mana yang pemilu dan yang bukan termasuk para calegnya,” imbuhnya.
Legislator PDIP ini menyampaikan, karena caleg dari partai politik cukup banyak, tetapi dari pihak lain bahwa pemasangan baliho dipandang bukan awal kampanye
“Pemerintah kota juga menyampaikan dan itu saya dengar karena memandang dari aspek ketertiban umum tentang estetika kota Surabaya,” terangnya.
Bahkan Wali kota juga menyampaikan temuan, kata Awi, seperti satu titik ada 3 sampai 8 baliho partai politik terpasang menyebabkan warga kesulitan lewat untuk berjalan.
“Sehingga mendapatkan komplin datang dari wali kota selaku kepala Pemerintahan yang bertanggung jawab keadaan di kota Surabaya,” ungkapnya.
Pemerintah Kota Surabaya melalui Satpol PP berpandangan juga, lanjut Awi, bahwa penertiban baliho partai politik ini untuk penegakan peraturan daerah (Perda)
“Jadi menurut saya kedua hal itu, harus dicarikan titik temunya karena para caleg partai politik ini juga butuh sosialisasi ke masyarakat,” tuturnya.
“Dan kalau warga masyarakat tidak tahu calegnya, diibaratkan memilih kucing dalam karung,” imbuhnya.
Awi menambahkan, sedangkan dari warga masyarakat kota Surabaya, juga memiliki peran dalam menjaga ketertiban estetika kota Surabaya.
“Oleh karena itu, butuh panduan dan teknis sosialisasi yang lebih praktis, mana yang boleh atau tidak, sehingga estetika kota tetap dijaga pemasangan baliho parpol tertata,” tuturnya.
Jika terjadi sengketa pemasangan baliho saat di lapangan sampai tengah malam hingga kecapekan terjadi menutupi baliho lainnya, akhirnya bisa terjadi perselisihan
“Bagaimana penyelesaiannya dan siapa yang bertanggung jawab jika terjadi hal seperti itu,” tukas Awi. (*JB01)