JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Fraksi Golkar Surabaya soroti soal Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kota Surabaya dan sudah memiliki cantolan hukum dengan diterbitkannya Perwali Nomor 110 Tahun 2021 tentang kawasan tanpa rokok.
Ketua Fraksi Partai Golkar Arief Fathoni menegaskan, peraturan sudah ada sejak beberapa tahun lalu. Kemudian Perwalinya baru diterbitkan di era Walikota Eri Cahyadi. Namun hingga kini Perda tersebut bergulir begitu saja.
Oleh karenanya, Thoni meminta supaya aturan tersebut untuk ditegakkan. Kendati begitu, kata Thoni Pemkot harus bekerja sama dengan pabrik rokok di Surabaya untuk melakukan program edukasi terhadap perokok.
“Bagaimana mendorong perokok kalau belum bisa berhenti, jadilah perokok yang bijak,” ujarnya, Jumat (03/06/22).
Yang dimaksud perokok bijak, urai dia, tidak merokok disembarang tempat, misalnya ditempat umum, transportasi umum dan disekitar kaum perempuan dan bayi.
Terhadap hal itu, menurutnya harus diimbangi dengan proses edukasi dengan melibatkan stakeholder industri rokok.
“Nah ini bisa didorong karena aturan ini. Agar Perwali tidak jadi macan diatas kertas,” ucap anggota Komisi A tersebut.
Perokok berat lanjut Fathoni, berhentinya tidak segampang yang diperkirakan. Sehingga ketika perwali diundangkan itu berlaku fiksi hukum. Masyarakat dianggap tahu berlakunya aturan ini.
“Maka saya berharap Pemkot juga menyiapkan kerjasama dengan sektor industri (rokok) itu untuk mengedukasi masyarakat melalui kegiatan perokok bijak,” papar Fathoni.
Artinya bagi yang belum bisa berhenti merokok, tolong jangan merokok di tempat umum. Karena perokok pasif dampaknya jauh lebih berbahaya, ujar pria Eks Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokratis (LMND) ini.
Bila hal tersebut dilakukan secara bersamaan, Thoni meyakini kesadaran kolektif masyarakat untuk tidak merokok di tempat yang dilarang berlangsung dengan baik. Sehingga sistem pemidanaan dikemudian hari tidak lagi diperlukan denda dan lainnya.
“Karena sudah ada kesadaran kolektif dari masyarakat yang belum bisa berhenti rmerokok di tempat-tempat yang dilarang,” tegas Thoni.
Terkait denda, Thoni berpendapat, akan susah dalam pelaksanaannya. Sebab harga rokok mudah dijangkau, terlebih yang merokok terdiri dari berbagai lapisan sosial masyarakat.
“Kalau tukang becak didenda ratusan rupiah, (mungkin) mereka memilih sanksi lainnya,” tegas Alumni Mahasiswa Ubhara Surabaya ini.
Maka sekali lagi, ia menekankan edukasi perlu dijalankan secara simultan tentang bahaya merokok. Kalau pun belum bisa berhenti merokok, jangan merokok di tempat yang dilarang.
“Saya yakin kesadaran kolektif masyarakat tumbuh,” pungkasnya.(*JB01)