JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Kuasa hukum PT Laksana Budaya, Dr Hadi Pranoto,SH, MH menyampaikan rasa kecewanya atas supremasi hukum dan rasa keadilan yang dicari oleh kliennya Johanes Harjono Setiono.
Anggota Dewan Pengarah Tim Kampanye Daerah Jawa Timur untuk pemenangan pasangan Jokowi – Ma’ruf Amin itu kecewa, lantaran terdapat hal-hal prinsipil pada etika dan norma pemerintahan yang dilanggar, ini namanya ‘QUO VADIS NEGARA HUKUM RI’.
“Yang kami sampaikan permohonan sewajarnya dalam konteks implementasi Negara hukum atas perlindungan hak asasi manusia dan tata kelola pemerintahan yang baik atas dasar negara hukum. Namun, permohonan kami itu tidak digubris. Ini sangat mengecewakan buat kami sebagai warga negara di negara hukum RI,” ungkap Hadi, Kamis (10/02/2022) disalah satu hotel di kawasan jalan Dr Soetomo, Surabaya.
Ada pelanggaran hak asasi manusia pada kliennya yang dilakukan instansi pemerintah, sebagaimana yang diamanahkan dalam UUD 1945 Jo UU No. 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi manusia, yang diduga dilakukan oleh aparat negara dalam hal ini tentara dan Menteri Keuangan Republik Indonesia, serta Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia, jelasnya.
Lenjut Hadi, mereka telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Direktur PT Laksana Budaya yakni bapak Johanes Harjono Setiono, yang mana beliau adalah warga negara Indonesia yang asli orang Suroboyo.

Yakni melakukan perbuatan baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Pengadu berupa kepemilikan atas sebidang tanah Sertifikat Hak Pakai No 6 dan No 7, Kelurahan Darmo Kota Surabaya yang dijamin oleh Undang-Undang, sambungnya.
“Tentara dan Dirjend Kekayaan Negara Kemenkeu RI dengan kekuasaannya telah menginjak-injak aturan dan hukum yang ada, serta mereka telah merampas hak rakyat warga sipil,” ungkapnya.
PT Laksana Budaya, ucap Hadi, sejak tahun 2003 adalah pemilik atau pemegang hak yang sah menurut hukum atas sebidang tanah di jalan Bogowonto Surabaya, berdasarkan Sertifikat Hak Pakai No 6 Kelurahan Darmo dan Sertifikat Hak Pakai No 7 Kelurahan Darmo, torehnya.
Dr Hadi juga membeberkan, bahwa kepemilikan atas Hak Penguasaan PT Laksana Budaya atas sebidang tanah di jalan Bogowonto Surabaya, berdasarkan Sertifikat Hak Pakai No 6 Kelurahan Darmo dan Sertifikat Hak Pakai No 7, Kelurahan Darmo tersebut, adalah berlandaskan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.Reg. 168 K/TUN/1997 tanggal 10 Agustus 1999, yang telah menyatakan batal Sertifikat Hak Pakai No. 43/KelDarmo tanggal 21 Desember 1994.
“Terdapat fakta di lapangan, tentara menguasai tanah milik PT. Laksana Budaya dan memanfaatkannya tanpa dilandasi alas hak yang sah,” ujarnya.
Tokoh Marhaenis ini menduga, tetap kekehnya tentara untuk menempati sebidang tanah lantaran belum dihapusnya hak kepemilikian tanah yang tercatat dalam daftar barang milik negara di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
“Padahal itu sudah dicabut oleh pihak pengadilan. Inilah esensi bahwa mereka tidak menghormati hukum, mencampakkan hukum dan menginjak-injak hukum,” tuturnya.
Karena tidak menemui titik terang, Hadi Pranoto terpaksa membawa kasus tersebut ke Komnas HAM serta melaporkan ke KPK, karena menurutnya pembangunan yang dilakukan telah menggunakan uang negara.
“Masalah ini sudah ditempuh melalui proses hukum yang ketat. Mulai administrasi dan permohonan-permohonan,” tukas Hadi.
Selain menempuh jalur hukum dengan permohonan ke Komnas HAM, Ombusman serta ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) PT Laksana Budaya juga berencana memasang papan nama kepemilikan di lokasi.
“Saya pingin tahu ada gak respon. Kalau ada respon mengambil dan merusak, maka saya anggap itu kejahatan ecek-ecek. Maka perlu saya laporkan,” kata Lawyer Senior ini.
Tokoh senior GMNI itu berharap, Presiden Joko Widodo menegur aparat pemerintah yang dipimpinnya agar mentaati proses hukum dan menerapkan keputusan hukum yang berlaku.
“Negara ini adalah negara hukum. Apa artinya ada hukum, ada pengadilan dan ada seritikaf jika tidak ditaati,” tutupnya. (JB01)