
JURNALBERITA.ID – MALAMG, Fraksi PDI Perjuangan kota Malang tegas menolak kebijakan wali kota Malang, Sutiaji untuk melakukan pemotongan TPP ASN 15 persen.
Sepuluh alasan Fraksi dengan gambar banteng mocong putih tersebut lakukan penolakan.
Wakil Ketua Fraksi Bidang Hukum dan Organisasi yang juga anggota Komisi A DPRD kota Malang,Harvad Kurniawan Ramadhan menyampaikan, berdasarkan informasi yang didapatkan terkait potongan TPP ASN kota malang.
“Dalam aturan TPP ASN kota Malang memiliki dasar hukum Perwali no 3 tahun 2021 atas perubahan perwal no 2 tahun 2021 dalam Perwali tersebut TPP diatur termasuk dengan hak TPP dapat di lakukan pemotongan,” terang Harvad dalam rilis yang disampaikan, Minggu (29/08/2021) di Malang.
Lanjut dia, pemotongan TPP di karenakan adanya 3 faktor, yakni terlambat masuk kerja, pulang sebelum waktunya dan tidak masuk kerja.
“Menurut hemat saya, belum ada regulasi yang jelas di kota Malang bahwa TPP di potong dengan alasan lain dari 3 hal tersebut,” tegas Harvad.
Dengan demikian, ungkap Harvad, terkait pemotongan TPP tidak dapat di benarkan.
“Terkait pemotongan TPP yang peruntukannya untuk hal apapun tidak dapat di benarkan,” tambahnya.
Lebih lanjut Harvad membeberkan, apa bila pemerintah kota Malang melakukan pemotongan TPP tanpa dasar hukum(regulasi) dan pemkot Malang melakukan pemotongan tersebut dengan unsur pemaksaan maka bisa dikatakan melanggar peraturan perundang undangan.
Kalaupun pemerintah kota malang melakukan pemotongan TPP atas dasar surat edaran atau surat apapun yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Malang melalui OPD terkait, maka tidak dapat di benarkan, ungkap Harvad.
“Walaupun pemotongan tersebut di himpun dalam sebuah rekening, maka yang menjadi pertanyaan adalah di rekening kas daerah atau dimana?,” tanya dia.
Bagaimana pertanggungjawaban pemkot terkait penggunaannya. Karena, sambung Harvad, dalam hal pemotongan TPP ASN dalam bentuk iuran atau apapun itu, tidak bisa di laksanakan, ini sifatnya keliru dengan cara yang terorganisir mengatas namakan pemerintah karena belum adanya regulasi sebagai payung hukunya.
“Bahwa pemkot berdalih itu adalah sumbangan dari ASN untuk penanggulangan covid maka seharusnya tidak bersifat terorganisir dan sistematis melalui organisasi perangkat daerah, apalagi ada surat yang di keluarkan oleh OPD maka itu sifatnya memaksa sehingga bisa di katakan pungli yang seolah olah di legalkan,” tukasnya. (H3RM1N/JB01)