JURNALBERITA.ID – SUARABAYA, Sejak diterbitkannya instruksi menteri dalam negeri Republik Indonesia (Inmendagri) nomor 15 tahun 2021, tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 untuk wilayah Jawa & Bali, hampir semua kegiatan masyarakat tidak ada tidak terkecuali pusat perbelanjaan modern (Mall) di Surabaya.
Sekitar seminggu yang lalu tepatnya 16 Agustus 2021, pemerintah menginstruksikan pembukaan pusat perbelanjaan itu berlaku di Jawa & Bali, utamanya Mall-mall di kota Surabaya setelah sempat kegiatan di Mall ditutup total.
Dapak dari PPKM tersebut telah melumpuhkan sebagian kegiatan pusat perbelanjaan itu, yang dampaknya lebih dari Lima Puluh persen karyawannya harus dirumahkan. Hal ini ditegaskan salah satu Manager Pengelolah Mall BG Junction jalan Bubutan Surabaya, Heru Prasetya, Selasa malam ditemui jurnalberita.id, (24/08/2021) di Surabaya.
Heru menyampaikan, bahwa dirinya bersyukur atas kebijakan pemerintah yang mulai melonggarkan aturan dan mulai dibukanya pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya, walau dengan syarat barcode vaksi bagi para pengunjung dan karyawan yang masuk mall.
“Ya saat ini kami bersyukur atas kebijakan mall boleh dibuka kembali, walaupun dengan syarat barcode vaksin. Mau bagaimana lagi ini salah satu kegiatan yang bisa kami lakukan dan menunjang program pemerintah memutus mata rantai penyebaran Covid-19,” terang Heru.
Pembukaan mall dengan syarat tersebut masih tetap dirasakan bagi kegiatan aktivitas pusat perbelanjaan tersebut. Terpantau di BG Junction, Tunjungan Plaza maupun di Surabaya Plaza (Delta Plaza) tampak hengan sepi pengunjung lantaran syarat vaksin yang mewajibkan memasuki mall.
“Seperti yang kita lihat bersama, hampir semua tenan masih sepi pengunjung karena syarat vaksin itu, dan BG Junction telah merumahkan lebih dari 50 persen karyawan selama masa PPKM diberlakukan,” ucap Heru.
Dirinya berharap, wabah ini cepat berakhir sehingga sektor perekonomian bisa cepat pulih. Selama dua tahun kegiatan perekonomian masih tertatih-tatih oleh wabah virus corona. “Kami berharap di Surabaya mulai melandai dan mulai turun ke level 2, sehingga perekonomian mulai bergairah dan pusat perbelanjaan di Surabaya mulai ramai dikunjungi anak-anak beserta orang tuannya,” akuhnya.
Kalau bisa kelonggaran itu tanpa syarat vaksin, namun harus dengan prokes yang ketat. Pengunjung enggan untuk ke Mall lantaran syarat tersebut, tegas Heru.
“Kalau pusat perbelanjaan sepi pengunjung maka kelanmgsungan kegitan mall juga susah, apalagi pemerintah tidak memberikan diskon atau pengurangan PPH final atas pajak mall,” pintahnya.
Harapannya pemerintah khususnya perpajakan mengurangi atau memotong pembayaran PPH final, ini sangat memberatkan bagi pengelola pusat perbelanjaan seperti di BG Junction juga sangat tedampak. Karena kata Heru, hampir semua tenan yang ada tidak mampu membayar tempat usahanya.
Sementara Sekretaris KOmisi B DPRD Kota Surabaya yang membidangi perekonomian, Mahfudz menegaskan, agar perekonomian bergairah sebaiknya syarat vaksin bagi pengunjung Mall dilonggarkan namun Prokes yang diperketat.
Menurutnya, pemberlakuan ‘wajib menunjukkan kartu vaksin’ bagi warga yang ingin memasuki pusat perbelanjaan dan Mall merupakan aduan yang santer dari masyarakat.
Dirinya mengaku banyak mendapatkan keluhan dari masyarakat terkait aturan tersebut.
“Banyak warga yang mengadu soal syarat itu, padahal faktanya memang masih banyak yang belum mendapatkan layanan vaksinasi karena terbatasnya kuota dari pemerintah pusat. Jadi bukan mereka yang tidak mau divaksin, tetapi memang belum dapat. Artinya, aturan itu sepertinya emang tidak realistis dengan kondisi yang sebenarnya,” ucap politisi muda PKB ini. Senin (16/08/2021)
Kecuali, kata Mahfud, jika tiga juta lebih penduduk Surabaya ini sudah bisa mendapatkan layanan vaksin seluruhnya, maka aturan itu tidak akan menjadi masalah. “Ini kan masalahnya, vaksinnya memang belum ada dan belum bisa mencakup seluruh penduduk Surabaya,” tambahnya.
Di sisi lain, masih Mahfudz, aturan ini juga memberatkan pemilik tenant di pusat perbelanjaan atau mal. “Padahal dengan aturan pembatasan jumlah pengunjung yang hanya 25 pesen saja sudah jelas menurunkan omzet mereka. Kok masih ditambahi syarat lain,” tandasnya.
Menurut dia, diakui maupun tidak, aturan tersebut justru bertolak belakang dengan semangat pemuihan ekonomi di masa pendemi. Oleh karenanya Mahfud berpendapat jika sebaiknya Pemkot Surabaya (Wali Kota) memberikan kelonggaran lebih, tetapi tetap dengan protokol kesehatan yang ketat.
“Ini kan relaksasi kebijakan dari pemerintah pusat. Ya kita realistis saja lah. Syarat itu diskriminatif dan tidak perlu ada, karena cenderung merugikan berbagai pihak, baik itu calon pengunjung apalagi pemilik tenan. Tetapi pengetatan protokol kesehatan menjadi mutlak untuk dilaksanakan,” pungkasnya. (HNR/JB01)