
JURNALBERITA.ID – NASIONAL, Tahun 2004 merupakan tonggak sejarah perubahan atmosfir politik di Republik ini. Tahun itu Indonesia menyelenggarakan pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Pesta Demokrasi pemilihan presiden pertama kalinya dipilih rakyat secara langsung dan demokrasi.
Sebelum tahun 2004, pemilihan umum di Indonesia hanya untuk memilih wakil rakyat di DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Tradisi politik ini sudah berlangsung sejak pemilu yang pertama di tahun 1955. Sepanjang pemilu Orde Baru hingga 1999 pun rakyat tidak pernah mendapat kesempatan memilih langsung calon kepala negaranya.
Sedikitnya 24 partai politik berupaya merebut hati rakyat guna menentukan dasar-dasar kekuatan kekuasaan guna menjadi pemenang Pemilu dan memerintah 260 juta jiwa rakyat Indonesisa.
5 April 2004, rakyat Indonesia melakukan pencoblosan untuk memilih 550 anggota DPR, 128 anggota DPD, serta anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota periode 2004-2009. Kontestasi pemilihan saat itu ada 24 partai politik yang turut serta dalam Pemilu.
Partai Demokrat merupakan partai pemain baru bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kala itu. PKS sudah pernah mengikuti Pemilu 1999 dengan nama Partai Keadilan (PK), namun partai ini harus berganti nama untuk mengikuti Pemilu 2004 karena jumlah suara di pemilu sebelumnya tak memenuhi ambang batas.
Meski tergolong partai yang masih baru, Demokrat dan PKS berhasil meraup popularitas dengan dan mampu menduduki peringkat 5 dan 6.
Demokrat berhasil meraup suara 8.455.225 suara atau sebesar 7,45% dari total 113.462.414 jumlah suara yang sah. Sedang PKS sendiri menempel ketat di peringkat 6 dengan perolehan 8.325.020 suara atau 7,34%.
Sedangkan posisi 1 sampai dengan 4 ditempati pemain lama, yakni Golongan Karya, PDIP, PKB, dan PPP.
Usai pemilu legislatif, pilpres putaran I dilaksanakan pada 5 Juli 2004, tepatnya 16 tahun yang lalu.
Pilpres 2004 menjadi kontes pemilihan kepala negara dengan jumlah peserta terbanyak sepanjang sejarah pemilu di Indonesia.
Pasangan capres dan cawapres yang mendaftar ke KPU kala itu ada 6 pasang. Namun, pasangan Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim yang dicalonkan PKB gugur karena Gus Dur dianggap tidak memenuhi prasyarat kesehatan.
Pilpres putaran pertama berlangsung dengan menyisakan 5 orang paslon. Nomor urut 1 diduduki pasangan Wiranto dan Salahuddin Wahid yang diusung Partai Golkar.
Selanjutnya ada Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi yang dicalonkan PDIP.
Sedang nomor urut 3 ditempati pasangan Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo yang dicalonkan PAN.
Sementara , nomor urut 4 ditempati pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang diangkat oleh 3 parpol sekaligus, yakni Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).
Sedang pasangan terakhir adalah Hamzah Haz dan Agum Gumelar yang dicalonkan PPP menempati nomor urut ke-5.
Menurut laporan Kompas (15/10/2004), seluruh kegiatan Pemilu 2004 menghabiskan dana sebesar Rp 4,45 triliun. Dana yang diambil dari APBN dan APBD tersebut dipakai untuk membiayai program mulai dari nol. Dari pendataan penduduk sampai pembuatan bilik suara yang berbeda dari pemilu sebelumnya.
Di samping itu, ada dana tambahan sebesar 32,367 juta dollar AS yang berasal dari bantuan negara-negara donor melalui United Nations Development Programme (UNDP).
Kemengan SBY mengejutkan semua pihak
Kemenangan “Mengejutkan” SBY Pilpres 2004 putaran I ternyata menjadi awal yang manis bagi SBY dan Jusuf Kalla. Paslon nomor urut 4 itu memperoleh 39.838.184 suara dari total 119.656.868 suara sah atau 33,57%.
Di belakangnya ada pasangan Megawati dan Hasyim Muzadi yang meraih 31.569.104 suara atau 26,61%.
Kemenangan SBY pada Pilpres 2004 putaran I sangat tampak di basis-basis TNI Angkatan Darat. Di TPS asrama Cijantung, nama jenderal itu berkibar-kibar seraya dikumandangkan para keluarga tentara setiap kali kertas suara dibuka petugas TPS dan nama SBY muncul. Meskipun tidak punya mesin politik, kampanye SBY dinilai berhasil menuai dukungan spontan dari masyarakat.
Menurut peneliti senior LSI Saiful Mujani, SBY merupakan calon presiden yang paling konsisten dalam menggunakan media kampanye televisi.
Iklan layanan masyarakat yang melambungkan popularitas SBY salah satunya mengenai pemilu damai.
“Popularitas SBY terdongkrak karena para pemilih menimbang kualitas kepribadian calon presiden. Banyak pemilih melihat SBY cukup kompeten, lebih tegas dan efektif, serta lebih punya empati dan integritas dibandingkan dengan calon lain,” ujar Mujani seperti yang dikutip Tempo (5/7/2004).
Menurut pantauan Tempo, selain di asrama Cijantung, “demam SBY” juga dirasakan di kawasan lain. Bahkan kawasan basis parpol lain berhasil disusupi euforia SBY. Hal ini sangat tampak di kawasan Rawa Bebek, sebuah perkampungan kumuh di utara Jakarta, yang dikenal sebagai basis PDIP yang setia.
Menurut penghitungan TPS setempat Megawati hanya berhasil menang tipis dari SBY. Kemenangan SBY pada putaran I ternyata bukan kabar yang mengejutkan lagi. Tempo (8/3/2004) mewartakan SBY bahkan sempat dikucilkan saat menjabat Menteri Koodinator Politik dan Keamanan di kabinet Megawati.
Di balik pengucilan salah satu menterinya itu ternyata Megawati beserta kalangan PDIP sudah sejak lama menganggap SBY sebagai kandidat presiden potensial yang dapat menyangi Megawati pada Pilpres 2004.
Kemenangan SBY kala itu telah mengukirkan sejarah baru demokrasi pemilihan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. SBY memimpin Indonesia selama dua periode yakni 2004-2009 dan periode 2009-2014.
Muda adalah kekuatan
Partai Demokrat telah mempersiapkan tongkat estafet kepemimpinan pada generasi muda. Agus Harimurti Yudhoyono merupakan sosok yang pas membawah tongkat estafet Demokrat

Kini Partai Demokrat mempersiapkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mewakili golongan milinial “Muda Adalah Kekuatan”. Sosok AHY yang cerdas dan menjadi tokoh nasional yang karismatik diharapkan mampu menjadi pemimpin bangsa ini kedepan.
Dibawah kepemimpinan AHY dan jajaran stuktur oraganisasi partai Demokrat yang diisi kaula muda seakan menjadi semangat baru untuk menjadi pemenang di Pemilu & Pilpres tahun 2024 mendatang. Gelora jiwa muda yang membakar jiwa setiap kader Demokrat seluruh Indonesia yang bersemangat untuk meraih masa kejayaan partai Demokrat.
Inilah tonggak sejarah perpolitikan bangsa yang tengah dirundung dan diterpah banyak permasalahan. Mulai hutang yang terus menumpuk hingga jaminan sosial masyarakat yang belum tutas teratasi.
Dua periode Joko Widodo memimpin bangsa ini, hingga bergulir wacana tiga periode beliau berkuasa bersama partainya yakni PDIP. Namun wacana tersebut menjadi bola liar yang terus mendapat penentangan dari berbagai kalangan, krisis tokoh pemimpin Nasional di partai Banteng Moncong Putih tersebut membuat kebingungan mempersiapkan untuk Pilpres 2024.
Hingga baliho Puan Maharani yang bertebaran seantero nusantara sebagai upayah ceksound yang dibungkus dengan petuah ditengah wabah Covid-19. Karier politiknya moncer dibawah ketenaran sang ibu yakni Megawati Soekarno Putri. (HNR/Tirto/JB01)