JURNALBERITA.ID – JAKARTA, Lonjakan kasus Covid-19 saat ini sudah diduga sebelumnya. Jauh sebelum lebaran sudah diingatkan akan terjadi lonjakan kasus Covid-19 bila tidak ada ketegasan dari pemerintah terkait dengan mudik.
Pemerintah baru mengambil kebijakan larangan mudik setelah mendekati lebaran. Kebijakan ini tidak sepenuhnya efektif karena informasi dari pemerintah ada 1.5 juta penduduk yang lolos mudik, disampaikan anggota Komisi IX DPR RI, Lucy Kurniasari, Senin (21/06/2021) di Jakarta.
Menurutnya, angka yang lolos mudik diperkirakan jauh melebihi dari jumlah resmi yang dikeluarkan pemerintah. Sebab, banyak cara yang dilakukan pemudik untuk lolos mudik tanpa terdeteksi oleh aparat pemerintah.
Hal itu terjadi karena kebijakan larangan mudik tidak diikuti oleh sanksi yang tegas. Hal ini tampaknya dimanfaatkan para pemudik yang memang sudah merindukan kampung halaman, ujar Ning Suroboyo 1986 ini.
BACA JUGA:
“Tingginya jumlah pemudik mengindikasikan, larangan mudik dari pemerintah diabaikan sebagian besar masyarakat. Mereka tidak lagi mendengarkan larangan dari pemerintahnya. Bahkan banyak diantara pemudik yang menyerobot di beberapa tempat penyekatan,” kata Lucy.
Dengan tingginya mobilisasi penduduk, lanjut dia, sebelum dan pasca lebaran membuat penyebaran Covid-19 menjadi tidak terkendali. Hal itulah yang kita saksikan saat ini.
“Wisma Atlet dan Rumah Sakit diinformasikan dipenuhi penderita Covid-19. Bahkan sudah ada kehawatiran bila Wisma Atlet dan Rumah Sakit nantinya tidak sanggup menampung penderita Covid-19,” kata Lucy.
Dia menambahkan, selain itu, juga ada kelalaian di tengah masyarakat setelah mendapat vaksinasi Covid-19. Sebagain dari mereka menjadi abai melaksanakan protokol kesehatan.
Mereka abai melaksanakan protokol kesehatan karena diantara mereka percaya kekebalan tubuh sudah diperoleh setelah divaksin. Persepsi inilah yang membuat mereka abai menggunakan masker dan merasa aman berada di kerumunan. Hal ini juga yang membuat sebagian anggota masyarakat merasa aman untuk mudik, terangnya.
“Selain itu, pemerintah memang sudah sejak awal ambigu dalam mengatasi Covid-19. Kebijakannya tidak pernah fokus pada penanganan kesehatan. Pemerintah selalu coba mencari keseimbangan penanganan Covid-19 dari sisi kesehatan dan ekonomi,” tegas dia.
Akibatnya, dalam mengatasi pandemi Covid-19 selalu tarik ulur seperti bermain layang-layang untuk mencapai keseimbangan sisi kesehatan dan sisi ekonomi, sambungnya.
“Belum lagi masalah tidak padunya pengambilan kebijakan di pusat dan pusat dengan daerah. Akibatnya, sesama aparat pemerintah saling berpolemik, sementara masalah Covid-19 menjadi terbaikan,” ungkap dia.
Lucy menambahkan, jadi untuk mengatasi penyebaran Covid-19, pemerintah harus fokus kepada penanganan kesehatan. Semua kebijakan dan tindakan harus fokus untuk penanganan Covid-19.
“Agar fokus pada aspek kesehatan, maka anjuran WHO agar Indonesia melaksanakan PSBB diperketat sangat layak dilaksanakan. Melalui PSBB diharapkan mobilisasi dapat ditekan seminimal mungkin,” tandasnya.
Kalau PSBB dilaksanakan, maka pemerintah minimal harus menyediakan sembako bagi rakyatnya. Setidaknya sembago itu diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu, ujar Lucy.
“Hal itu harus dilakukan pemerintah, karena pembukaan UUD 1945 mengamanatkan demikian. Negara harus melindungi segenap tumpah darah Indonesia,” pungkas Ketua DPC Partai Demokrat Kota Surabaya ini. (*JB01)