JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Rapat Dengar Pendapat (hearing) yang digelar Komisi B DPRD Kota Surabaya, Rabu (07/10) dimulai pukul 13.00 WIB, terkait pemindahan 420 ekor satwa Kebun Binatang Surabaya (KBS) ke enam Lembaga Konservasi (LK).
Gelar hearing itu atas dasar surat pengaduan Apecsi (Asosiasi Pecinta Satwa Indonesia). Hearing yang langsung dipimpin Ketua Komisi B, DPRD kota Surabaya Lutfiyah, Ketua Komisi B dihadiri perwakilan dari Apecsi, KBS, BBKSDA Jatim, Bagian Perekonomian, dan Biro Hukum Pemkot Surabaya.
Koordinator Apecsi, Singky Soewadji mendapat giliran pertama menyampaikan pendapat. Singky, begitu sapaan akrabnya, menyatakan telah terjadi ‘akrobat’ dalam pemindahan 420 ekor satwa KBS tersebut. Sebab waktu itu KBS dicabut ijin LK nya dan ada kompensasi berupa uang, mobil, pembangunan museum, perbaikan kandang, dan satwa yang dijanjikan diberikan kepada KBS.
“Saya tetap meyakini pemindahan 420 ekor satwa KBS itu terjadi pelanggaran atau melanggar hukum. Selama saya belajar ilmu konservasi, tidak ada satwa dilindungi ditukar dengan uang, bangunan, dan mobil, tapi faktanya itu terjadi di KBS. Tetapi saat ini kita tidak sedang membahas proses hukumnya. Saya hanya ingin hak KBS sesuai dengan perjanjian dipenuhi. Sebab menurut pengamatan saya, kompensasi yang dijanjikan itu tidak pernah ada. Kalau memang belum diterima, seharusnya KBS menuntut bisa dengan melaporkan ke penegak hukum karena terjadi wan prestasi,” terangnya.
BACA JUGA :
- Komisi B DPRD Surabaya Dorong Pemkot Genjot PAD Ditengah Pandemi
- Polrestabes Mangkir Sidang Perdana Gugatan Pra Peradilan SP3 Kasus Satwa KBS
Dirut KBS Khoirul Anwar menjelaskan, kejadian pemindahan 420 ekor satwa KBS terjadi sebelum dia menjabat dan dikelola Pemkot Surabaya. Seharusnya menurutnya, kasus ini tidak dibawa ke dewan karena merupakan lembaga politik. Ia meminta tolong menjaga nama baik KBS yang sedikit pulih, karena masyarakat tahunya melalui pemberitaan media.
“Ini masalah ‘Hopeng’ (pertemanan), karena pak Singky, pak Tonny Sumampauw, dan pak Rakhmad Syah pernah dalam satu lembaga. Sebaiknya kalau ada masalah diselesaikan dengan baik dan lembut sambil minum kopi. Opini yang berkembang yang menanggung KBS. Tolong nama KBS jangan dijadikan objek terus menerus,” ucapnya memelas.
Sedangkan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jatim diwakili Wiwied Widodo yang menjabat Kabis KSDA Wilayah II menerangkan, awal masalah KBS waktu itu adalah adanya pertikaian dua kelompok yakni kubu Stany Soebakir dan Profesor Basuki. Akhirnya dibentuk Tim Menejemen Sementara (TMS) untuk menyelesaikan pertikaian antara kedua kubu tersebut kemudian baru ditunjuk Tim Pengelola Sementara yang dipimpin Tonny Sumampauw. Dia mengatakan, yang terjadi di KBS itu pemindahan bukan pertukaran.
“Kalau memang dalam pemindahan itu ada kompensasi seperti mobil, uang, pembangunan museum, dan perbaikan kandang memang tidak boleh. Namun, itu urusan BE to BE, antara TPS dan enam lembaga konservasi yang melakukan perjanjian tersebut. Bukannya kita tidak mau memproses kelanjutan pemindahan satwa sesuai dengan perjanjian, tetapi pada saat itu ibu Walikota menyetop dan tidak mau diproses dulu,” bebernya.
Pengamatan awak media ini yang meliput langsung RDP tersebut melihat pimpinan dan anggota Komisi B DPRD Kota Surabaya kurang serius dan tidak paham materi permasalahan KBS seperti yang diadukan Apecsi. Para wakil rakyat DPRD Kota Surabaya Komisi B menganggap masalah KBS adalah kasus lama dan masa lalu sebelum dikelola Pemkot Surabaya. (JB01)