
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Prof. Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia berpandangan bahwa pemimpin yang dibiayai para cukong akan melahirkan pemimpin korupsi.
“Permainan percukongan di mana calon dibiayai cukong itu melahirkan kebijakan, yang sesudah terpilih melahirkan korupsi kebijakan,” kata Mahfud dalam konferensi pers virtual, Jum’at kemaren (11/09).
Pria berdarah Madura ini juga mengatakan, korupsi kebijakan lebih berbahaya dari korupsi uang. Korupsi kebijakan ini dalam bentuk lisensi penguasaan hutan dan tambang. Ia mengaku menemukan banyak peraturan yang tumpang tindih akibat korupsi kebijakan.
BACA JUGA :
- Dikabarkan Positif Covid, Dahlan Iskan Apresiasi Sikap Terbuka Machfud Arifin
- Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya : KPID Dapat Langsung Sanksi Tegas Pedoman Perilaku Pelanggaran Penyiaran
- Moch Mubarok Muharam : Waspadai Politisasi APBD Jelang Pilkada Surabaya
Misalnya, Mahfud mencontohkan, ada undang-undang yang menyatakan bupati boleh memberi lisensi eksplorasi tambang sekian persen luas daerah. Faktanya, ada yang melebihi luas daerah. “Karena tiap bupati baru buat izin baru. Sehingga tumpang tindih dan berperkara ke MK (Mahkamah Konstitusi),” ungkap Mahfud.
Meski demikian, kata Mahfud, pilkada secara langsung sudah disepakati dan dianggap sebagai pilihan terbaik secara politik, yang mesti dilakukan adalah memperbaikinya dari waktu ke waktu. “Tetap kita berharap pilkada membangun kualitas demokrasi dari waktu ke waktu supaya turun daya rusaknya, tidak diwarnai korupsi,” urainya.
Sepakat dengan pandangan Mahfud MD, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron juga menyampaikan bahwa ada 82 persen calon kepala daerah di pemilu sebelumnya yang didanai para cukong atau sponsor alias bandar. Oleh karenanya, Ghufron merekomendasikan agar penyelenggaraan Pilkada melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
“PPATK sebagai analis transaksi keuangan memiliki kemampuan mentracing segala transaksi keuangan yang mungkin digunakan untuk money politic,” tegas Ghufron.

Sementara pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam mengatakan, bahwa apa yang disampaikan Prof Mahfud itu semacam warning untuk publik, agar Pilkada bisa menghasilkan pemimpin-pemimpin yang berintegritas.
“Pak Mahfud sepertinya hendak memberi penyadaran dan juga edukasi politik untuk semua pihak agar tetap hati-hati dan waspada akan kekuatan pemodal predatoris dalam Pilkada kita. Saya pikir dalam konteks penyadaran publik itu sah-sah saja dan menurut saya penting agar publik kian waspada ‘aware and allertness’ terhadap kekuatan-kekuatan predator politik dalam pilkada yang memang kuasanya kadang sulit dihadang apalagi dalam konteks dimana tekanan ekonomi kian sulit. Saya pikir dalam konteks itu warning Prof Mahfud relevan,” pungkas Dekan FISIP UTM ini, Sabtu (12/09) melalui sambungan teleponnya.
Jika diibaratkan, kata Surokim, sinetron pemodal predator itu layaknya tuyul gentanyangan dalam Pilkada sulit dideteksi dan dihadang dengan cara biasa. “Datang tidak diundang, pulang tidak diminta adanya seperti barang ghaib yang selalu tidak kelihatan,” celotehnya.
Hanya dengan cara-cara esktra ordinary keberadaan pemodal predator itu bisa diminimalisasi dalam pilkada, imbuhnya. (T3M/JB01)