
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Sebelum PSBB, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Surat Edaran (SE) Wali Kota Surabaya Nomor 360/3324/436.8.4/2020 tertanggal 20 Maret 2020.
Dalam SE itu Pemkot Surabaya telah menerbitkan beberapa protokol diantaranya Protokol Pemerintahan, Protokol Kesehatan, Protokol Komunikasi Publik, Protokol Pengawasan Perbatasan, Protokol Area Pendidikan, Protokol Area Publik, Protokol Transportasi Publik, Protokol Pasar dan Kawasan Perdagangan, Protokol Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan, Protokol Hotel, Restoran dan Rekreasi Hiburan Umum, Protokol Destinasi Wisata dan Wisata Keagamaan, Protokol Penyelenggaraan Acara Berskala Besar, Protokol Tempat Ibadah, Protokol Permukiman, Protokol Perkantoran dan Protokol Industri.
Namun harus diingat bahwa ketika protokol tersebut sudah diberlakukan, angka penyebaran pada waktu itu juga tinggi sehingga diambilah opsi PSBB untuk diterapkan di Surabaya Raya.
Jika PSBB sudah tidak mampu mengendalikan penyebaran laju covid-19, jangan kemudian sekedar menggunakan protokol lama. Protokol kesehatan tersebut dibuat saat angka positif covid masih 23 kasus positif, PDP 7 dan ODP 135.
Berdasar data Pemkot, angka kasus terus melaju hingga sehari sebelum PSBB jilid I diberlakukan 27 April 2020, kasus positif berada di angka 372, PDP 1036 dan ODP 2314. Seyogyanya Protokol yang telah diterbitkan tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi saat ini, dimana angka penyebaranan semakin tinggi. Tercatat per tanggal 8 Juni 2020 jumlah kasus melonjak menjadi 3360 orang bertambah sekitar 236 dari sehari sebelumnya. Artinya angka penyebaran Covid-19 meningkat lebih dari seribu persen selama kurun waktu yang sangat singkat
4 CATATAN KEBIJAKAN DI MASA TRANSISI PASCA PSBB
Beberapa poin yang perlu diperhatikan ketika kebijakan PSBB tidak diambil kembali agar kebijakantersebuttidakmengulangketidakefektifan PSBB.
Pertama, penguatanprotokolkesehatan.Protokolkesehatan yang diterbitkandalam SE Walikota Surabaya 360/3324/436.8.4/2020 tertanggal 20 Maret 2020 sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi saat ini sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Selainitu, walau sudah diterbitkan, implementasi keberhasilan protokol kurang terukur. Apakah betul-betul dijalankan atau tidak. Hal tersebut harus menjadi catatan agar protokol yang selanjutnya dibuat harus implementatif, terukur,kemudian dapat dievaluasi.
selanjutnya harus diatur dalam Peraturan Walikota. Kajian epidemi oleh para pakar kesehatan perlu diperkuat dan menjadi landasan dalam pengambilan kebijakan berkaitan dengan covid-19 di Kota Surabaya utamanya dalam penguatan protokol kesehatan.
Kedua, penguatan kesadaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada masyarakat. Penguatan PHBS tidak cukup hanya dengan himbauan, simbol-simbol dan poster-poster yang ditempelkan, tetapi perlu adanya pendampingan dari fasilitator kesehatan di setiap kelurahan. Keberadaan Kampung Tanggung wani jogo Suroboyo ini tidak bisa dilepaskan tanpa pendampingan dari pemerintah secara berkala dan terukur.
Ada dua hal yang perlu dilakukan Pemkot untuk memperkuat Kampung Wani Jogo Suroboyo dalam membentuk kesadaran PHBS pada masyarakat.
Pertama, adanya fasilitator kesehatan masyarakat di setiap Kelurahan yang salah satu tugasnya mendampingi Kampug Wani Jogo Suroboyo. Fasilitaror kesehatan bisa dengan melibatkan Perguruan Tinggi di Surabaya.
Surabaya punya potensi banyaknya Perguruan Tinggi, untuk itu, perlu dilibatkan peran serta masyarakat.
Kedua, memberikan support anggaransebagaibentuk stimulus partisipasiwarga.Kelebihan wargaSurabaya sudah terbiasa gotong royong swadaya membiayai kegiatannya, namun buka berarti tidak membutuhkan support anggaran pemkot, karena itu pemkot jugaharushadirdalammenyediakananggaran. Denganjumlah RW sebanyak 1360, APBD Surabaya semestinya mampu mendanai.
Ketiga, diperlukan penegak kesehatan masyarakat untuk memastikan protokol kesehatan dijalankan oleh masyarakat. Ketikadisiplin masyarakat menjadi factor penting dalam memutus penyebaran covid-19, maka penegakan disiplin dalam menjalankan PHBS dan protokol kesehatan yang sifatnya persuasif dan edukatif.Kemudiandirumuskandisiplinapa yang penting, misalnyasetiapwargawajibmenggunakan masker. Pemerintah Kota harusmemastikanbahwawargakota Surabaya semuanyasudahmemiliki masker.
Oleh karenaitu, bantuan pemerintah kota untuk masker harus tersedia. Tidak ada alasan warga tidak memakai masker karena tidak punya. Disetiap kelurahan perlu adanya stok masker kain. Sekiranya jika ada yang membutuhkan bisa diberikan. Kemudian penegak kesehatan masyarakat juga harus ditempatkan di area-area publik dan fasilitas umum tempat warga biasanya berkumpul untuk memastikan protokol kesehatan tetap dijalankan.
Keempat, Pemerintah Kota harus memastikan dan semakin memperkuat tersedianya infrastruktur kesehatan dan tenaga kesehatan. Sebagai daya dukung untuk tes, Surabaya harus mempunyai lab yang memadai selain yang ada di BPTPKL.Selain lab permanen, Surabaya jugamembutuhkan mobile lab untuk mendukung rencana Pemkot dalam melaksanakan tes massal. Karena mobile lab bantuan dari BIN dan BNPB tidak selamanya berada di Surabaya. kemudian bantuan alat kesehatan untuk rumah sakit rujukan dan rumah sakit non rujukan harus terus diberikan.
Infrastruktur kesehatan harus menjadi perhatian serius Pemkot untuk mengantisipasi lonjakan kenaikan kasus konfirmasi covid-19 pasca PSBB. Langkah Pemkot untuk tes, tracing dan isolasi sudah sangat tepat, oleh karena itu, infrastruktur kesehatan yang baik akan mendukung kebijakan tersebut.
Selain keeampat hal diatas, aspek kesejahteraan sosial warga kota Surabaya harus terus terpantau dan terperhatikan diantaranya bantuan sosial kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan warga terdampak covid. Penguatan aspek kesejahteraan sosial warga akan berdampak pada makin meningkatnya partisipasi warga untuk bersama-sama wani lawan covid-19. (R3N1)