
Anggota Komisi A DPRD kota Surabaya, Arif Fathoni saat melakukan pengecekan perbaikan pipa PDAM yang jebol akibat proyek Adhi Karya (*)
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Sempat viral dan menjadi trending topik di dunia maya medsos, sebuah rekaman video soal anggota DPRD Surabaya yang ditahan serta dihalang-halangi petugas keamanan (Satpam) proyek pembangunan Kampus UIN Sunan Ampel, dikawasan Gunung Anyar, Kel. Rungkut Surabaya.
Aksi tidak boleh melihat pengerjaan proyek yang sempat memanas, padahal Ketua fraksi partai Golkar DPRD Kota Surabaya hanya ingin melihat hasil perbaikan pipa PDAM Surabaya yang jebol akibat tiang panjang yang dipasang kontraktor berplat merah (BUMN) Adhi Karya.
Legislator yang juga sebagai Ketua Fraksi partai Golkar DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni merupakan anggota Komisi A DPRD Surabaya yang membidangi Hukum dan Pemerintahan.
BACA JUGA :
- Lakukan Class Action, Warga Rungkut Gugat Adhi Karya Terkait Jebolnya Pipa PDAM
- Disinyalir, Posisi Herlina Terancam Dipecat Dari Ketua Fraksi Demokrat-NasDem
- Koalisi Fraksi Demokrat-Nasdem Akankah Berlanjut, Usulan Pansus Covid-19 Demokrat Nyebrang
- Langkah Hukum Disiapkan, Hadi Pranoto Akan Laporkan Dirut RKZ Kepolisi
Arif Fathoni menyampaikan, bahwa kedatangan dirinya hanya untuk memastikan perbaikan pipa yang jebol setelah mendapatkan kabar dari Dirut PDAM Surya Sembada, Mujiaman kalau perbaikannya telah selesai.
“Ini adalah tanggung jawab saya terhadap masyarakat Surabaya yang terdampak. Namun setelah saya pamit baik-baik dengan pihak kontraktor, mereka mengatakan akan memanggilkan manajemen, karena mengaku tidak berwenang memberikan ijin,” ucap Thoni, Selasa (19/05).
Anehnya, sambung dia, setelah sekian lama menunggu, ternyata infonya berubah. Katanya harus seijin Rektor UIN Sunan Ampel. “Saya tidak melihat proyek itu. Dibangun oleh siapa dan untuk apa, tetapi faktanya ada fasilitas publik yang rusak dan diduga karena kelalaian kontraktor. Maka saya ingin memastikan jika proses perbaikan pipa itu sudah selesai,” tuturnya.
Toni mengaku jika kontraktor pelaksanan memberikan kesan arogan saat dirinya berusaha mendatangi lokasi proyeknya.
“Harusnya menjadi pertimbangan, karena kehadiran saya melekat dengan posisi saya sebagai wakil rakyat, sehingga pertanggungan jawab saya kepada masyarakat bisa tertunaikan,” tandasnya.
Karena bangunan yang dibangun akan digunakan sebagai kampus, kata Toni, apalagi UINSA itu sudah memiliki nama besar, tetapi dalam tahapan proyeknya ternyata belum berkoordinasi dengan tokoh-tkoh masyarakat setempat.
“Tadi saya juga dapat info dari ketua LKMK jika belum diajak bicara soal rencana pembangunan ini. Maka sebaiknya Rektor UINSA memerintahkan kontraktor untuk memegang adat-adat ketimuran. Mbok ya kulonuwun dengan msyarakat Gunung Anyar,” ujarnya.
Pasalnya, lanjut Toni, masyaralat hanya mendapatkan dampak proyek seperti debu dan kebisingan akibat aktifitas proyek pembangunannya. (*JB01)