JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Upayah pemerintah kota (Pemkot) Surabaya untuk memutus mata rantai penyebaran Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 dengan melakukan isolasi pasien dengan status reaktif Covid-19 di salah satu hotel dikawasan Jl Bangka, Kel. Gubeng, Kec Gubeng mendapat protes keras Wakil Ketua Komisi A DPRD kota Surabaya, Camelia Habiba dari Fraksi PKB.
Menurutnya, upaya Pemkot Surabaya dalam mengisolasi pasien Reaktif Covid-19 tanpa pengawasan dari tenaga medis menunjukkan lemahnya pengawasan dari Pemkot. Tindakan tersebut, dinilai Habiba adalah tindakan ngawur dan kacau balau. Justru pasien reaktif Covid-19 yang diisolasi di hotel Harris, Jl Bangka Surabaya itu, dengan leluasa masih berinteraksi dengan kerabatnya dan tamu reguler yang menginap di hotel itu.
“Saya sangat prihatin langkah Pemkot dalam mengisoasi pasien reaktif Covid-19, tanpa adanya pengawasan dan pendampingan dari tenaga medis di hotel tersebut,” ungkap Habiba, Minggu (17/05) di Surabaya.
BACA JUGA :
- Langkah Hukum Disiapkan, Hadi Pranoto Akan Laporkan Dirut RKZ Kepolisi
- Rumah Sakit Yang Lakukan Karantina Pasien Sebelum Dilakukan Anamnisa Langgar Protab Managemen Triase
- Keluhan Risma, Dokter Akamarawita : Secara Etika, RS & Dokter Tidak Boleh Nolak Pasien Rujukan Termasuk Covid-19
- Suami Pasien Ismojo Rini Tuding Humas RKZ Buat Pernyataan Bohong Di Media
- Diduga Abaikan Keluhan Pasien, Dirut RKZ Akan Disomasi Keluarga Pasien
Kondisi itu sangat rawan terciptanya klaster baru, kalau pasien reaktif Covid-19 dibiarkan bebas tanpa pangawasan petugas medis, imbuh dia.
“Ini rawan terciptanya klaster baru, bukan memutus mata rantai penyebaran Covid-19, malah menciptakan klaster baru. Langkah Pemkot ini ngawur,” ucapnya.
Bayangkan lanjut Habiba, di hotel itu masih menerima tamu reguler untuk menginap. Serta ada banyak karyawan hotel yang bekerja. Kalau pasien yang diisolasi tidak diawasi dan dibiarkan bebas berinteraksi dengan penghuni hotel, bukan tidak mungkin klaster baru tercipta, bukannya memutus penyebaran Covid-19.
“Dalam mengisolasi pasien reaktif Covid-19 Pemkot ngawur dan sekedar hanya menggugurkan kewajiban, tanpa memperhatikan dampak selanjutnya. Saya melihat tindakan isolasi pasien reaktif Covid-19 di hotel, justru memicu timbulnya klaster baru yang berasal dari hotel itu,” kata Habiba.
Habiba menambahkan, termasuk juga dengan pelayanan hotel yang tidak sesuai dengan SOP protokol kesehatan. Yang mana hotel Harris tidak menyediakan fasilitas sesuai dengan SOP rotokol kesehatan.
“Saya meminta agar tindakan Pemkot mengisolasi pasien reaktif Covid-19 di hotel untuk segera dihentikan. Di Asrama Haji Sukolilo diijinkan untuk dipakai penanganan Covid-19, bahkan Depag Jatim telah menandatangani ijin pemakaian untuk isolasi pasien reaktif Covid-19,” ujar dia.
Pemkot segera menghentikan pasien reaktif Covid-19 diisolasi di hotel. Karena berpotensi terciptanya klaster baru Covid-19. Karena di hotel tersebut masih menerima tamu reguler. Harusnya kalau hotel itu telah diboking oleh Pemkot, pihak hotel tidak lagi menerima tamu reguler dan khusus hanya menampung pasien reaktif Covid-19, tukasnya.
“Hotel Harris jangan kemaruk dengan tetap menerima tamu reguler yang mau menginap disitu. Cukup bokingan dari Pemkot saja, kalau tidak hotel Harris berpotensi menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Karena hotel Harris tidak menerapkan SOP protokol kesehatan,” tegas Habiba. (JB01)