
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Bencana nasional wabah Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 merupakan pandemi secara global. Kewajiban negara untuk mencegah dan membasmi pandemi Covid-19 merupakan tanggung jawab pemerintah untuk melindungi segenap bangsa.
Termasuk dalam hal pembiayaan karantina, yang telah dianggarkan oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), diuraikan suami pasien Ismojo Rini, Dr Hadi Pranoto, SH, MH, Kamis (14/05) melalui sambungan teleponnya.
Menurutnya, jadi pembebanan biaya terkait rapid test, swap dan karantina yang dikenakan pada istrinya dianggap sebagai pungutan liar, penipuan dan penggelapan.
BACA JUGA :
- Diduga Abaikan Keluhan Pasien, Dirut RKZ Akan Disomasi Keluarga Pasien
- Suami Pasien Ismojo Rini Tuding Humas RKZ Buat Pernyataan Bohong Di Media
- Komisi B Minta Pemkot Berkoordinasi dengan Bulog Guna Antisipasi Kelangkaan Gula
- Hotline ‘Lapor Dewan’ Terima Banyak Aduan Masyarakat
“Ya jelas secara yuridis itu pidana, negara kan sudah menjamin hak setiap warga negara. Tindakan medis dengan mengkarantina istri saya merupakan perbuatan melawan hukum, karena tidak fokus pada keluhan yang disampaikan pasien. Sehingga bisa dikatakan RKZ melakukan pungutan liar alias penipuan terhadap pasiennya,” terang pria yang berprofesi sebagai Advokat ini.
Kalau tidak ada pertanggungjawaban dan respon dari Dirut RKZ, dirinya akan menempuh jalur hukum dan mempersiapkan langkah gugatan hukum, dengan melaporkan Dirut RKZ pada pihak Kepolisian.
“Saya sudah siapkan langkah hukum, untuk melaporkan Dirut RKZ ke Polisi dan menggugat perbuatan melawan hukum terhadap managemen RKZ. Ini biar ada pembelajaran dan hukum harus ditegakkan,” tegas Hadi.
Lanjut dia, langkah hukum ini dilakukan agar ada pembelajaran hukum bagi masyarakat luas. Harapannya, masyarakat lebih paham dan mengerti, sehingga tidak menjadi korban tindakan yang dilakukan managemen RKZ Surabaya.
Hadi menambahkan, dalam keadaan darurat pandemi wabah covid-19, secara yuridis merupakan tanggung jawab negara. Filosofisnya adalah, berkaitan dengan tujuan negara, yakni melayani dan melindungi segenap bangsa.
“Bukan tanggung jawab istri saya, sehingga istri saya harus bayar biaya medis karantina yang diberlakukan secara sepihak oleh managemen RKZ,” ungkap dia.
Ini adalah pembelajaran bagi semua lapisan masyarakat Surabaya dan segenap warga negara. “Biar tindakan medis semena-mena dengan memaksakan pasien untuk dikarantina, bukan atas dasar permintaan dari keluarga pasien,” kata Hadi.
Hadi membeberkan, bahwa diawal masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit (RS) Katolik St. Vincentius a Paulo (RKZ) Jl. Diponegoro Surabaya, secara jelas dan lugas disampaikan tentang keluhan penyakit pasien pada dokter yang menanganinya saat itu, urainya.
“Keluhan yang disampaikan istri saya pada perawat maupun dokter saat itu, adalah sakit bagian pinggang dan bagian perut. Tapi pihak RKZ justru langsung dimasukkan keruang karantina atau isolasi Covid-19,” jelas Hadi pada media ini.
Sudah jelas keluhan yang disampaikan bukan terdapat gejala Covid-19, kok malah dikarantina Covid-19 yang berimbas pada syok terhadap istri dan keluarga, tukas alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya ini.
“Dengan dimasukkan keruang isolasi Covid-19 itu membuat istri saya syok begitu juga dengan keluarga saya. Ini kan gak benar, moro-moro diminta masuk ruang isolasi Covid-19 selama 4 hari. Tindakan medis itu telah merugikan keluarga kami, belum lagi timbul biaya isolasi Covid-19, padahal hasil swab lab adalah negatif,” pungkasnya.(JB01)