
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo Surabaya (P2TSIS), Kamis (19/03) menggelar acara pengumpulan data warga pemegang surat ijo, di gedung baru Universitas Wijaya Kusumah, jalan Dukuh Kupang, Surabaya. Rencananya data tersebut, akan dilampirkan sebagai bahan pertimbangan di kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) RI. Sedikitnya sudah seribu lebih anggota yang telah bergabung di P2TSIS, disebutkan oleh ketua harian P2TSIS, Indung Sutrino.
Menurutnya, lampiran data warga penhuni surat ijo itu, akan disertakan sebagai bukti pendukung yang akan disampaikan pada Kementerian ATR RI. “Ya, sudah seribu lebih anggota P2TSIS yang telah bergabung pada perkumpulan ini,” kata Indung.
Pemkot Surabaya telah memeras warga penghuni surat ijo. Karena, menurut Indung, sesuai dengan amanah konstitusi dalam undang-undang dasar 45, pasal 33 ayat 3 ditegaskan, bahwa bumi, air dan udara serta kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, ungkap Indung.
“Dan sesuai dengan undang-undang pokok Agraria nomor 5 tahun 1960, tanah negara yang dihuni oleh rakyat bisa diajukan kepemilikannya setelah minimal menempati secara berturut-turut selama 20 tahun,” terangnya.
Kalau saat ini, Pemkot menguasai tanah negara dan menarik retribusi atas lahan tersebut maka Pemkot telah melakukan suatu elanggaran konstitusi. Ini aset negara yang diklaim Pemkot sebagai asetnya, artinya Pemkot telah melanggar konstitusi diatasnya dengan menerbitkan Perda. Secara bukti hukum Pemkot tidak memiliki hak untuk menguasai tanah negara dan ada empat bukti bahwa Pemkot tidak memiliki secara sah atas lahan negara tersebut, ucap Indung.
Yang pertama aset negara tersebut tidak tercatat dalam neraca keuangan Pemkot sebagai asetnya, Kedua Pemkot telah menarik retribusi atas aset negara untuk kepentingan yang berbeda, ketiga Pemkot telah merampas hak konstitusi warganya dan keempat melakukan dua pungutan atas satu objek pajak, urainya.
“Artinya Pemkot telah melakukan perampasan hak warga negara, serta melakukan pemerasan pada warganya,” tegasnya.

Sementara, Prof Eko yang turut menjadi nara sumber menyampaikan, secara perundang-undangan Pemkot telah melanggar hak setiap warga negara sesuai dengan amanah konstitusi.
“Pelanggaran itu ditemukan dalam Perda retribusi aset kekayaan daerah, padahal lahan tersebut merupakan lahan negara bukan asetnya Pemkot,” ucap Prof Eko.
Anehnya lagi dalam Perda retribusi aset daerah ada dua pungutan yang dilakukan Pemkot diatas satu objek pajak, yakni PBB dan retribusi sewa surat ijo, terangnya.
” Masak satu objek pajak ada dua pungutan, jelas Perda ini cacat demi hukum karena melanggar UU atau konstitusi diatasnya,” pungkas Prof Eko. (JB01)