JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Janji politik calon Wali Kota Surabaya yang disampaikan saat pelaksanaan Pilkada Surabaya 2015 – 2020 dalam acara debat calon Wali Kota Surabaya yang disiarkan secara live oleh stasiun televisi swasta lokal JTV. Harapan warga pemegang surat ijo, agar pemerintah kota Surabaya bisa melepaskan hak warga tentang surat ijo yang dimilikinya hingga menjelang habis masa bakti Wali kota Surabaya tidak juga teralisasi.
Ditanyakan oleh Paslon Wali kota Surabaya, Rasio – Lucy Kurniasari dalam debat waktu itu, sesuai dengan amanah UU Pokok Agraria nomor 5 tahun 1960 tentang UU pokok Agraria dan Putusan Presiden nomor 32 tahun 1979 dan Peraturan Kementerian dalam negeri nomor 3 dalam amanah tersebut ditegaskan, bahwa warga yang telah menempati sekurang-kurangnya 20 tahun bisa diberikan kesempatan untuk memiliki lahan ijo yang ditempatinya.
“Banyak warga pemegang surat ijo yang dirugikan, Perda yang dibuat tidak memihak pada rakyat. Bagaimana anda menanggapi hal ini,” tanya Rasio pada Paslon nomor 1.
Menjawab pertanyaan Paslon urut 2, Paslon jomot 1 memberikan tanggapannya.
“Saya masuk tahun 2010 dan Perda itu sudah ada, dan saya sudah berjuang ke pemerintah pusat, tapi gak bisa. Tapi saya sudah tahu, nanti jika saya terpilih lagi akan bebaskan retribusi surat ijo,” ucap calon Wali Kota Risma menjawab pertanyaan paslo lainnya dalam cuplikan rekaman video itu.
Salah satu warga pemegang surat ijo, selaku Sekretaris Umum P2TSIS, Tuk Hartantiyo menyampaikan, tentu sebagai warga kota Surabaya berharap agar pelepasan surat ijo dilakukan oleh Pemkot Surabaya. Jangan saat hanya kampanye untuk menarik hati warga Surabaya.
“Ojok sampai warga dijadikan alat politik untuk mencapai tujuan, namun janji politik yang disampaikan harus juga dipenuhi,” ucap cak Tuk pada jurnalberita.id, Selasa (18/02).
Cak Tuk menambahkan, program Kerja yang dibalut janji dan diucapkan Bu Risma bersama Wakilnya tentu sampaikan dengan kesadaran yang tinggi untuk menghapus Surat Ijo secara gratis atau tanpa biaya kepada Seluruh Pemegang Surat Ijo di Surabaya.
“Faktanya hingga menjelang akhir masa jabatan beliau tetap tidak mau melepaskan Surat Ijo itu,” tegas cak Tuk.
Malahan beber dia, justru Pemkot meningkatkan tarif retribusi Surat Ijo atau merubah Status Surat Ijo menjadi HGB di atas HPL ( sewa 20 tahun, red) yang harganya bisa mencapai puluhan milyar Rupiah.
“Jika itu sebuah kegiatan bisnis perdagangan, berarti yang menanggung biaya sewa adalah warga Surabaya, yang merupakan warganya sendiri sebagai konsumennya,” ungkapnya.
Sebagai manusia yang beriman, harusnya Wali kota Surabaya takut untuk mengingkari janji terhadap seseorang, apalagi terhadap beribu ribu jiwa warga pemegang Surat Ijo di Surabaya. “Salah satu ciri orang munafik adalah mengingkari amanah yang diembannya,” kata cak Tuk tegas. (JB01)
Berikut cuplikan rekaman debat calon Wali Kota dan Wakil Wali kota Surabaya saat debat terbuka pada Pilkada Surabaya 2015 – 2020 yang lalu