
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Wakil Wali kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana yang kerab disapa WS, adalah seorang politisi yang netas dari telor bibit politikus handal. Kata pepatah ‘Buah jatuh takkan jauh dari pohonnya’ memang benar pepatah itu.
Sepak terjangnya di dunia politik mewariskan ilmu politik dari sang ayah, bisa dibilang WS adalah titisan mendiang Alm. Ir Soetjipto Soedjono. Kiprah politiknya persis dengan kiprah sang ayah.
WS adalah politisi moncer. Kiprahnya di dunia politik matang betul.
Buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya, memang benar. WS – sapaan Whisnu Sakti Buana – persis dengan kiprah sang ayah.
WS adalah bungsu dari tiga bersaudara putra Ir. Sutjipto Soedjono. Akrab disapa Pak Tjip. Mantan Sekjen DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Tokoh politik di pusaran nasional.
Guru kader di jaman itu. Murid-murid Pak Tjip kini menjadi pemimpin di partai besutan Megawati Soekarnoputri ini.
Bambang Wuryanto ‘Pacul’ (Ketua Bappilu DPP PDIP), Budi Sulistyono ‘Kanang’ (Bupati Ngawi), Arif Wibowo ‘Unyil’ (Wasekjen DPP PDIP), Hasto Kristyanto (Sekjen DPP PDIP), hingga Bambang Dwi Hartono (Anggota DPR RI Fraksi PDIP), pernah ngangsu kaweruh kepada Pak Tjip. Masih banyak kader partai lain mewarisi didikan beliau.
’’Bapak tidak pernah mengajarkan politik kepada saya. Saya yang sangat ingin belajar dari beliau,’’ kata WS.
WS menjadi pembicara di hadapan ratusan millennials Surabaya. Yakni, Millenial Confrence 2020, Sabtu (01/02).
Ia mengkisahkan dirinya mengapa begitu mencintai dunia politik. Satu-satunya warisan sang ayah hanya sebuah kaset ; Anak Kampungan Mencari Tuhan.
Disitu mantan Wakil Ketua DPRD Surabaya ini yakin mengabdi di jalur politik. Sampai sekarang.’’Saya bercita-cita menjadi Presiden,’’ kata WS.
Padahal dunia akademiknya bidang Teknik. Ia adalah alumnus Teknik Industri ITS Surabaya. WS bangga berpolitik juga menyandang gelar Insinyur.
’’Kalau sekarang Sarjana Teknik, karena Insinyur sudah dihapus sejak tahun 94,’’ terang Suami Dini Syafariah Endah ini.
Minatnya di dunia politik begitu kuat. Belajar berpolitiknya dimula dari balik dinding kamar yang dekat dengan ruang tamu.
’’Kalau Bapak sedang menerima tamu membahas politik. Saya curi-curi dengar, bagimana berpolitik itu. Seperti apa politisi yang berkualitas,’’ terang dia.
Meski putra dari tokoh politik yang cukup berpengaruh, tak lantas karir politik WS secepat patas. Jalan berliku dimulai dari bawah.
Memulai dari aktifis pegerakan di era-98. Ia adalah salah pelaku sejarah Perjuangan Rakyat untuk Reformasi Total (PRRT) Jawa Timur. Hingga masuk menjadi kader partai berlambang kepala banteng moncong putih.
PDIP menjadi kawah candra dimuka bagi WS untuk menjadi Panglima pemenangan Pilwali Surabaya era 2002-sekarang. Bambang DH era-2002 hingga Tri Rismaharini 2010-sekarang.
Selepas menjadi legislator di ditingkat Jawa Timur, Ia tak lagi mencalonkan kembali. Sebagai Ketua DPC PDIP Surabaya saat itu, tongkat komando pemenangan legislatif Surabaya ada ditangannya.
Hasil tak menghianati proses. Sejak memegang tongkat komando sebagai Ketua DPC PDIP Surabaya 2010 silam, WS tidak pernah berambisi untuk mendapat jabatan.
Dia lebih memilih ‘Jaga Kandang’. Menjadi panglima pertempuran politik di Surabaya, sembari mengakomodir semua perjuangan para kader. Penggemar permainan rubik ini, melepaskan semua faksi-faksi.
Tahun 2011 WS mendeklarasikan tidak maju caleg pada Pileg 2014. Hasilnya, perolehan kursi DPRD Surabaya untuk PDIP naik. Dari delapan kursi menjadi 15 kursi.
’’Seorang Panglima ketika ditempatkan di medan pertempuran. Meski kakinya terinjak tombak yang tajam tidak boleh sekalipun berteriak atau mengeluh sakit. Berfikir sakit saja tidak boleh,’’ terang dia.
Artinya, sebagai seorang Pemimpin dalam kondisi apapun harus tetap tenang dan fokus dalam pemenangan pertempuran.
Kini, Wakil Ketua Bidang Organisasi DPD PDIP Jawa Timur ini menularkan dunia politik bagi anak muda. Millenials dipandang memiliki daya imajenasi dan Ideologi serta Idealisme yang diyakini bisa merubah wajah politik di Indonesia.
’’Ketika punya passion dan kualitas yang baik. Ayoklah masuk politik, bareng-bareng membangun system politik yang baik untuk Indonesia kedepan,’’ terang alumnus SMAN 9 Surabaya ini.
Ia berfilosofi makna perubahan politik yang baik layaknya sebuah telur ayam. Membenahi politik yang baik tidak dari luar melainkan dari dalam.
’’Kalau telur itu pecah kulit diluar maka kehidupan akan sirna. Apalagi ketika dimasak, jadinya telur mata sapi. Yang punya telur ayam yang dapat nama sapi. Namun ketika pecah dari dalam maka jadilah sebuah perubahan. Kehidupan yang baru,’’ tuturnya mantap.
Pewarta : Hasan N Rahmad