
JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Reses masa persidangan ke II 2019 – 2020 yang dilakukan Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Camelia Habiba di dapil 2 banyak menerima aduan masyarakat soal belum maksimalnya pelayanan masyarakat. Ada enam pokok permasalahan aduan masyarakat yang diterima wakil rakyat daerah ini.
“Saat saya reses di wilayah dapil 2, saya menerima aduan masyarakat, yang pertama soal PJU, program permakanan,” terangnya, di Komisi A DPRD Surabaya, Rabu (05/02)
Terkait PJU warga masih dibebani dengan pembayaran bulanan. Padahal terkait pembayaran bulan PJU tersebut sudah masuk dalam pos anggaran di APBD Surabaya. “Warga meminta pembayaran iuran bulanan PJU dibebaskan,” papar Habiba.
Politisi PKB ini juga menyinggung soal program permakanan, yang mana Surabaya sudah mampu untuk memberikan bantua makanan bagi warga kurang mampu yang mana besarannya sekitar Rp 11 ribu per orang per hari. Akan tetapi lanjut ning Biba menu makanan yang diberikan pada warga kurang mampu itu kurang layak. “Saya kok menduga adanya penyunatan menu yang disajikan pada warga kurang mampu tersebut,” beber ning Biba.
Anggaran bantuan permakanan bagi warga kurang mampu yang diberikan Pemkot Surabaya itu mencapi Rp 11 miliar, yang mana Surabaya sudah mampu memberikan bantuan makanan bagi warganya melalui Dinas Sosial. Dan sekarang sudah dialihkan ke dana kelurahan. “Anggaran ini cukup besar yang dianggarkan dari APBD Surabaya,” jelas dia.
Untuk itu sebaiknya Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini turun langsung untuk melihat kondisi real yang ada dilapangan. Masyarakat membutuhkan kehadiran Wali kotanya ditengah-tengah mereka, sehingga problem masyarakat dapat dilihat secara nyata.
“Kami meminta agar Wali Kota ada ditengah-tengah masyarakat dengan segala problem yang ada,” tukasnya.
Selain itu Habiba menambahkan, soal beralihnya kartu KIS, maka data masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) segera untuk disosialisasikan pada masyarakat. Sehingga masyarakat tahu kepastian data MBR tersebut.
Keberhasilan sebuah pemerintahan kota lanjut Habiba, bias dilihat salah satunya adalah tersedianya sarana dan prasarana gedung balai pertemuan warga. Khususnya di dapil 2, gedung balai RW masih banyak yang tidak RW yang belum memiliki gedung pertemuan warga. “sebaiknya tim Banggar Eksekutif dan tim Banggar legislatif untuk dapat duduk bersama untuk merumuskan hal ini,” urai dia.
Diharapkan, setiap RWb di Surabaya selayaknya memiliki gedung pertemuan yang berupa balai RW. Dengan demikian kata Habiba, pengalokasian dana kelurahan sebagai program pemerintah pusat dapat cepat terealisasi. “Program dana kelurahan itu digunakan untuk mempercepat dan pemerataan pembangunan disetiap RT/RW,” pungkas Habiba. (JB01)