JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Anggota fraksi PDIP DPRD kota Surabaya John Tamrun menyikapi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota (Pemkot) Surabaya kurang berpihak pada pembangunan ekonomi kerakyatan. Pembangunan di Surabaya dinilai olehnya hanya membangun guna mempercantik kota dengan mengabaikan pedagang kali lima (PKL).
“Saya menilai pembangunan yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya itu tidak memperhatikan para PKL. Contohnya setiap ada pembanguan properti yang aksesnya jalannya terhambat oleh PKL, maka PKL itu akan tergusur,” terang John Tamrun, ditemui diruang Komisi B DPRD kota Surabaya, Jumat (3/1).
Anggota Komisi B ini menyampaikan, jangan sampai pembanguan yang dilakukan itu tanpa kajian untuk menghidupkan ekonomi kerakyatan bagi warganya sendiri. “Yang saya kwatirkan dengan bertumbuhnya pembangunan yang dilakukan Pemkot ini akan mematikan para warganya yang berprofesi sebagai PKL,” papar dia.
John juga menegaskan, upaya untuk membangun kota juga penting, akan tetapi alangkah bijaknya jika pembangunan yang dilakukan itu seimbang dengan membangun ekonomi kerakyatan. Adapun solusi yang selama ini dilakukan Pemkot, kata John, hanya dengan jalan merelokasi para PKL ketempat yang tidak sama sekali representatif.
“Artinya hanya dilakukan relokasi, sementara kajian ekonominya kurang diperhatikan. Misalnya apakah tempat yang baru itu bisa memberikan pertumbuhan bagi pedagang. Kalau tidak maka problem baru akan muncul, yakni Pemkot secara perlahan akan mengurangi PKL yang ada,” tutur John pada jurnalberita.id.
Harapannya supaya pembanguan dapatnya berintegritas dengan pembangunan ekonomi kerakyatan. Pemerintah daerah harus melindungi nilai-nilai kemanusiaan para pedagang untuk bisa bertumbuh, bukannya mematikan usaha mereka, tegas pria dengan profesi lawyer ini.
“Pembanguan kota itu penting, pembangunan ekonomi kerakyatan juga sangat penting. Sehingga dampak perekonomian perkotaan akan berjalan seiring dengan perkembangan kota,” pungkas dia.
Masih banyak pengaduan dari masyarakat PKL (warga Surabaya, red) yang masuk ke Komisi B, namun belum ada solusi yang bisa mengangkat ekonominya mereka. “Ini artinya ada ketidak seimbangan pembangunan dengan ekonomi warganya,” tukasnya. (JB01)