JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Pelaksanaan Peraturan Wali Kota Surabaya nomor 29 tahun 2019 tentang Tata cara pemilihan pengurus lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan, pengurus rukun warga dan pengurus rukun tetangga masih menyisahkan pro dan kontra dilapangan. Pasalanya, dalam penerapan Perwali itu masih ditemukan beberapa yang tidak terakomodir dalam pelaksaannya. Oleh karenanya Komisi A meminta agar Pemkot Surabaya untuk merevisi Perwali tersebut.
Ketua komisi A DPRD Kota Surabaya, Pertiwi ayu Krishna menyampaikan, dalam pelaksanaan Perwali nomor 29 tahun 2019 tentang tata cara pemilihan pengurus lembaga pemeberdayaan masyarakat, RT/RW tidak bisa mengakomodir seluruh hak warga Surabaya.
Bunda Ayu panggilan akrab Ketua Komisi A ini mencontohkan, ada warga yang tinggal diclauster-clauster perumahan menengah keatas, dan sudah sekian tahun tinggal di perumahan itu, namun yang bersangkutan belum pindah KK. Saat ada pemilihan pengurus RT/RW mereka tidak dilibatkan.
“Padahal warga tersebut mempunyai hak untuk terlibat secara langsung untuk memilih atau hak dipilih. Ini yang tidak ada dalam penerapan Perwali itu,” terang bunda Ayu, Rabu (18/12) diruang Komisi A.
Politisi partai Golkar ini juga mengatakan, setiap warga kota Surabaya yang tinggal ditempat yang baru, walau belum mengurus surat keterangan domisili harusnya dikasih kesempatan untuk terlibat dalam pemilihan pengurus RT/RW.
“Seyogyanya mereka mendapatkan hak-hak itu. Sementara, mereka juga telah diminta iuran kampung terkait dengan uang keamanan, sampah maupun iuran lainnya,” paparnya.
Oleh karenanya, Komisi A meminta agar Perwali itu dapat direvisi, sehingga hak-hak setiap warga Surabaya bisa terakomodir. Sementara dalam amanat Perwali itu, kata bunda Ayu, pada Bab II pasal 3 disebutkan, yakni memberikan kepastian hukum dalam pembentukan LPMK, RW dan RT, serta mewujudkan upaya pemenuhan wadah untuk masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya.
“Bagaimana bisa memberikan aspiranya, jika warga yang baru pindah, namun ber KTP Surabaya tidak dilibatkan, ini kan kurang pas,” kata Bunda Ayu.
Sementara kesempatan lain, anggota Komisi A DPRD Surabaya, Bahtiar Rifai menegaskan, terkait dengan pelaksanaan Perwali 29 tahun 2019 itu memang ada usulan dari Komisi A untuk direvisi. “Salah satunya tentang anggota partai politik tidak lagi bisa menjadi pengurus RT/RW serta LPMK. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada lagi pemanfaatan fungsi RT/RW yang semestinya, bukan sebagai alat politik,” ungkap Bahtiar.
Revisi itu dimaksudkan tidak lagi ada pemenfaatan keberpihakan fungsi RT/RW sebagai alat kepetingan Politik partai tertentu, imbuhnya.
Tidak hanya itu kata Bahtiar, dalam Perwali tersebut juga diatur tentang syarat minimal berijazah Sekolah Menegah Atas (SMA), dulunya syarat itu tidak ada. “Artinya, baik itu yang berijasah dibawah SMA bisa saja menjadi pengurus RT/RW. Soal masa kerja pengurus RT/RW maksimal 2 periode dan tidak bisa kembali dipilih atau mencalonkan pengurus RT/RW pada periode berikutnya,” pungkasnya. (JB01)