JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Komisi D DPRD Surabaya menilai bahwa perda kawasan tanpa rokok (KTR) dalam implementasinya kurang berjalan dengan efektif. Pemerintah kota (Pemkot) Surabaya sbetulnya sudah memiliki aturan tentang kawasan tanpa roko dan kawasan terbatas rokok yakni Perda nomor 5 tahun 2008. Pemerintah Kota Surabaya akan merivisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Revisi dilakukan guna mempertajam pemberian sanksi bagi warga yang merokok secara sembarangan dengan denda hingga Rp 250.000,-.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR, Junaedi mengatakan, Revisi Perda 5 tahun 2008 DPRD Surabaya karena adanya peraturan presiden (Perpres) nomor 96 tahun 2018 yang mengharuskan adanya perubahan Perda.
“Dalam pembahasan draf revisi Perda 5 tahun 2008 ini, Kami akan mempertajam soal sanksi denda” papar Junaedi, Selasa (22/1) di ruang rapat Komisi D DPRD kota Surabaya.
Pada draf rancangan revisi Perda itu, lanjut dia, ada 15 hingga 16 pasal yang memuat aturan tentang larangan merokok, termasuk ketentuan mengenai tempat larangan merokok serta pengawas atau penegak aturan tentang larangan merokok itu. Sedang pada peraturan yang lama kawasan tanpa rokok meliputi sarana kesehatan, tempat belajar-mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Draf revisi rancangan peraturan daerah menambahkan tiga tempat baru seperti tempat kerja.
“Untuk itu Kami akan mempertegas untuk tempat kerja ini hanya sebatas pada ruang lingkup Pemkot Surabaya saja atau perusahaan swasta lainnya. Begitu juga tempat lainnya, ini kami minta Dinkes untuk menjabarkan,” terangnya.
Terkait masalah sanksi, ketua Fraksi Partai Demokrat ini menjelaskan, revisi akan mencakup pengenaan denda administrasi kepada orang yang merokok di tempat terlarang serta pengelola tempat tersebut. Pengelola tempat umum yang tidak memasang tanda larangan merokok juga bisa kena denda Rp50 juta dan orang yang kedapatan merokok di kawasan tanpa rokok bisa kena denda Rp 250 ribu menurut draf revisi peraturan daerah.
“Akan dibahas mengenai nominal dari denda merokok itu. Kalau denda Rp 50 juta itu mengacu dari pemerintah pusat, tapi yang Rp 250 ribu, ini rumusannya dari mana ? Karena Perda ini untuk membatasi, bukan melarang orang merokok,” beber Kaji Jun sapaan akrab Wakil Ketua Komisi D ini.
Pihaknya juga menekankan, bahwa pentingnya mempertegas peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Surabaya, termasuk Satuan Polisi Pamong Praja dalam menjalankan penegakan Perda ini.
Selama ini penerapan Perda 5 tahun 2008 kurang efektif dan penegakan aturannya tidak maksimal. Sanksi bagi perokok yang melanggar peraturan pun, ia melanjutkan, selama ini hanya teguran lisan, imbauan, arahan dan binaan saja, pungkasnya.
Sementara anggota Pansus Revisi Raperda KTR, Ibnu Sobir dari fraksi PKS juga memaparkan, sungguh sangat kronis apabila perda ini hanya sebagai himbauan pada masyarakat perokok. Namun kurang bisa dijalankan fungsinya sebagai peraturan daerah yang membatasi kawasan tanpa rokok.
“Ya sangat ironis jika Perda dibuat tidak dapat dijalankan dengan baik sesuai dengan semangat untuk menyelamatkan generasi muda bangsa ini dari bahaya merokok,” tukas dia. (JB01)