JURNALBERITA.ID – SURABAYA, Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Vinsensius Awey menyarankan agar pemerintah kota mulai memikirkan rute dan pembangunan halte-halte bus, setelah memastikan untuk menggunakan “Bus Suroboyo” sebagai moda transportasi massal. Awey mengungkapkan, bahwa rute yang ada saat ini merupakan rute bus damri, bukan rute Bus Suroboyo.
“Ada beberapa diantaranya rutenya ketemu antara Bus Damri dan Bus Suraoboyo, misalkan di Jalan Basuki Rahmat,” tuturnya, Senin (17/12)
Namun demikian, untuk kawasan Surabaya Timur hingga Barat belum ada halte-halte yang berdiri. Ini menurut Awey yang harus segera dipikirkan oleh pemerintah kota untuk membangun rute baku dari Timur hingga Barat, maupun dari arah Selatan ke Utara.
“Artinya untuk pengadaan Bus Suroboyo sebagai Moda Transportasi utama, harus diimbangi dengan pembangunan halte,” paparnya
Legislator Partai Nasdem ini menyampaikan, pembangunan halte tak melulu menggunakan dana APBD. Pemerintah bisa bekerjasama dengan perusahaaan untuk mewujudkannya. Pembangunan halte dilakukan di tempat-tempat publik.
“Misalkan, di kawasan akses mal, kereta api, rumah sakit, sekolah atau ruang publik lainnya,” sebut Awey
Anggota Komisi C ini menegaskan, tak semua tempat publik harus memiliki halte. Pemkot Surabaya harus mengkajinya terlebih dahulu sebelum membangun halte. Jika ada dua tempat publik yang berdekatan jaraknya harus dipilih salah satu tempat mana yang strategis.
“Kemudian dikaji kebiasaan masyarakat jalan kaki hingga berapa meter radiusnya, jika terlalu jauh akan mubazir,” katanya
Awey mengatakan, apabila ada kerjasama dengan pihak lain. Maka spek halte yang menentukan adlah pemerintah kota, bukan pihak pengembang yang memiliki ruang publik di dekatnya.
“Kalau yang bangun pengembang mal, tak perlu ada kompensasi karena menguntungkan pusat perbelanjaan itu. Tapi kalau ditempat didaerah tertentu dengan kompensasi branding produk tertentu, maka kurun waktunya harus dibatasi,” sarannya
Awey menyampaikan, model halte bus Suroboyo bisa seragam atau tidak. Ia hanya mengusulkan, karena Kota Surabaya merupakan miniatur kebhinekaan suku-suku yang ada di Indonesia. Maka, halte bus bisa mengusung corak kebhinekaan model bangunan yang ada di Indonesia.
“Sehingga orang bisa selfie di tempat halte yang berbeda. Dan orang mungkin gak menyangka jika tempat itu ada di Surabaya, karena arsiteknya Jawa, Madura, Batak, Ambon dan sebagainya,” ujarnya
Ia mengatakan, mengenai model tergantung dari kreasi pemerintah kota. Bisa juga modelnya menyatu dengan ruang publik yang ada di sekitar halte.
“Yang jelas tempat halte di ruang publik dan memperhitungkan jaraknya berapa radius dengan dari tempat umum,” katanya. (JB01)